Air Terjun Jurangjero, Eksotisme di Kaki Gunung Lawu

  • Bagikan

POTENSIAL: Air terjun Jurangjero di Desa Gerdu, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, butuh sentuhan pihak ketiga agar lebih menarik bagi wisatawan. (RUDI HARTONO/RADAR SOLO)

KARANGANYAR, RAKYATJATENG – Tidak hanya Tawangmangu dan Ngargoyoso, wilayah Karangpandan juga menyimpan potensi wisata air terjun yang menarik. Namanya Jurangrejo, berlokasi di Dusun Jurangrejo, Desa Gerdu, Karangpandan.

Jurangjero merupakan air terjun di kaki Gunung Lawu. Tingginya sekitar 30 meter. Panoramanya tidak kalah menarik dengan sejumlah air terjun di Tawangmangu maupun Ngargoyoso.

Untuk menuju ke air terjun Jurang Jero, dapat ditempuh lewat dua jalur. Pertama lewat jalan Karangpandan – Tawangmangu, tepatnya dekat dengan Patung Semar kemudian masuk ke selatan. Kedua lewat jalan Karangpandan – Matesih, setelah pemandian air hanngat Pablengan, belok ke timur menyusuri Dusun Kramen, Desa Pablengan.

Yang paling menarik lewat rute kedua. Traveler akan disuguhi pemandangan hamparan sawah hijau dengan sistem terasering. Setelah memasuki Dusun Kramen, nantinya akan ada papan penunjuk kecil yang dibuat oleh warga untuk menuju ke lokasi air terjun.

Namun sayang, jika menggunakan mobil, harus berhati-hati. Mengingat jalan kampungnya sempit. Sangat disarankan menggunakan sepeda motor. Karena bisa langsung masuk lokasi parkir. Tinggal memarkirkan sepeda motor di halaman pekarangan warga. Lantas berjalan melewati kebun buah duku sejauh 100 meter.

Tiba di lokasi, disambut jalan setapak. Ada gerbang yang terbuat dari bambu dan rumah gubuk di dekat air terjun. Di sana sudah dibangun jembatan dari beton. Warga sekitar sebenarnya sudah cukup lama mengembangkan air terjun ini. Namun, pengunjungnya pasang surut.

Sri Lestari, pemilik rumah yang lahan pekarangannya dijadikan lokasi parkir mengatakan, air terjun Jurangrejo sudah dikembagkan warga sekitar sekitar empat tahun lalu.

Perlahan-lahan, warga mulai membersihkan akses jalan masuk ke lokasi air terjun. Serta membangu jembatan dan gubuk.

”Awalnya hanya gerojogan dan kali. Kemudian oleh warga dibersihkan, dibangun akses jalan masuk, gubuk, rumah-rumahan, dan jembatan untuk melihat gerojogan,” terang Sri Lestari.

Diakui dia, yang masih menjadi kendala adalah jalan ke lokasi. Sejauh ini barus bisa dikses sepeda motor. Sementara pengendara roda empat harus memarkir mobilnya di lokasi cukup jauh dari air terjun. Sehingga harus dilanjutkan jalan kaki cukup jauh.

”Kalau mobil harus berhenti di bawah, terus jalan kaki naik,” paparnya.

Sejak pandemi, air terjun Jurangjero mendadak sepi. Karena belum dibentuk struktur organisasi pengelolanya, oleh warga hanya disediakan kaleng atau kotak amal di pintu masuk.

Kepala Dusun Jurangjero Sutardo mengungkapkan, selama ini Jurangjero masih dikelola karang taruna setempat. Sebelumnya sempat mengusulkan bantuan ke pemerintah daerah agar ikut mengembangkan potensi ini. Namun, lantaran akses jalan yang belum memadai, wisata tersebut belum mendapat bantuan.

”Air terjun ini potensinya luar biasa. Syukur-syukur ada yang mengelola, baik pihak ketiga ataupun pemerintah kabupaten. Karena kalau hanya desa ataupun dusun memang belum mampu. Apalagi akses dan fasilitas lainya, tentunya harus ada orang lain yang ikut dalam pegembangan wisata tersebut,” terang Tardo. (rud/adi/JPC)

  • Bagikan