Tujuh dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor energi dan industri memimpin penurunan, masing-masing merosot 1,88 persen dan 1,4 persen…..

New York (RAKYATJATENG) – Saham-saham di Wall Street lebih rendah pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena investor menunggu pemungutan suara DPR mengenai kesepakatan plafon utang untuk mencegah potensi gagal bayar dan data pasar tenaga kerja yang kuat membuat investor khawatir Federal Reserve akan menaikkan suku bunga lagi pada Juni.

Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 134,51 poin atau 0,41 persen, menjadi menetap di 32.908,27 poin. Indeks S&P 500 turun 25,69 poin atau 0,61 persen, menjadi berakhir di 4.179,83 poin. Indeks Komposit Nasdaq merosot 82,14 poin atau 0,63 persen, menjadi ditutup pada 12.935,28 poin.

Tujuh dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor energi dan industri memimpin penurunan, masing-masing merosot 1,88 persen dan 1,4 persen. Sementara itu, sektor utilitas dan kesehatan memimpin penguatan dengan masing-masing naik 0,96 persen dan 0,85 persen.

Baca juga: Wall St ditutup beragam, lonjakan Nvidia imbangi kegalauan pagu utang

Saham-saham AS jatuh pada Rabu (31/5/2023) karena investor mengamati dengan cermat debat plafon utang federal. Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Rabu (31/5/2023) memberikan suara 241-187 untuk mengambil langkah prosedural yang diperlukan guna mempertimbangkan tindakan tersebut, membuka jalan menuju pemungutan suara terakhir.

Pemungutan suara DPR tentang kesepakatan kompromi, yang dicapai pada akhir pekan oleh Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy, diperkirakan akan berlangsung Rabu (31/5/2023) malam, meskipun kompromi tersebut mendapat tentangan dari anggota parlemen dari kedua belah pihak.

"Saya pikir kita memiliki suara untuk meloloskan ini hari ini," kata Patrick McHenry, seorang negosiator Republik pada kesepakatan plafon utang, menurut CNBC.

Pemungutan suara itu diharapkan berhasil, dengan satu-satunya pertanyaan adalah seberapa besar mayoritas. Setelah itu, kesepakatan berpindah ke Senat, yang kemungkinan harus bekerja akhir pekan untuk memberlakukan undang-undang tersebut sebelum tanggal 5 Juni, kata Michael Zezas, kepala penelitian pendapatan tetap dan tematik global di Morgan Stanley.

"Jadi tampaknya kita semakin dekat untuk menghilangkan katalis negatif utama dari pasar dan ekonomi," kata Zezas.

Baca juga: Saham Inggris berakhir melemah, indeks FTSE 100 merosot 1,01 persen

Indeks saham memangkas kerugian pada Rabu (31/5/2023) sore setelah beberapa gubernur bank sentral mengisyaratkan bahwa mungkin tepat untuk "melewati" kenaikan suku bunga pada pertemuan kebijakan moneter Federal Reserve mendatang pada Juni.

"Saya semakin datang ke pertemuan ini berpikir bahwa kita benar-benar harus melewatkan, tidak berhenti, tetapi melewatkan kenaikan," kata Presiden Federal Reserve Philadelphia Patrick Harker pada Rabu (31/5/2023).

Gubernur Federal Reserve Philip Jefferson mengatakan Rabu (31/5/2023) bahwa bahkan jika bank sentral memilih untuk melewatkan kenaikan pada Juni, itu tidak berarti Fed selesai menaikkan suku bunga.

Sementara itu, Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja hari Rabu (31/5/2023) atau laporan JOLTS, dari Departemen Tenaga Kerja mengungkapkan 10,1 juta lowongan pekerjaan pada hari kerja terakhir April, meningkat dari revisi naik menjadi 9,8 juta pada Maret, menunjukkan pasar tenaga kerja yang ketat yang dapat memaksa Fed menaikkan suku bunga lagi pada Juni.

Baca juga: Saham Jerman ditutup di zona merah, indeks DAX 40 anjlok 244,89 poin

Data JOLTS mengingatkan Wall Street bahwa ekonomi memiliki pasar tenaga kerja yang tidak ingin rusak, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, pemasok layanan perdagangan daring multi-aset.

"Pasar menyebut bahwa berakhirnya kenaikan Fed tidak akan mampu menghilangkan kekuatan pasar tenaga kerja ini jika laporan NFP (non-farm payrolls) pada Jumat (2/6/2023) mengkonfirmasi tren ini," kata Moya.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2023