FAJAR.CO.ID — Telur infertil beredar bebas monopoli harga pasar. Harganya lebih murah, sayang tidak dapat bertahan lama.
Sebenarnya, Berdasarkan Permentan Nomor 32/Permentan/PK 230/2017, telur ayam infertil tersebut dilarang diperjualbelikan.
Pantauan FAJAR di beberapa pedagang telur di Kota Makassar, ayam ras saat ini, harga telur ayam ras Rp46 ribu hingga Rp48 ribu per rak. Untuk per kilogramnya Rp24,800 hingga Rp25,900 ribu.
Telur infertil ini mirip dengan telur ayam kampung mulai dari tekstur warna tetapi ukurannya persis dengan telur ayam ras. Cukup sulit membedakan dengan telur ayam kampung dengan telur ayam ras tersebut. Untuk membedakannya dari segi harga karena dijual murah dibandingkan harga telur ayam ras.
Salah satu Penjual Sembako di Pasar Pabaeng-baeng, Makassar, Sulawesi Selatan, yang tidak ingin disebut namanya, mengaku pernah menjual telur infertil karena murah. Hanya saja, tidak bertahan lama sehingga ia berhenti menjualnya.
“Tidak bertahan lama jadi berhenti jualnya. Masih ada di sini yang menjual (telur infertil, red) jadi pelanggan pindah langganan karena murah dibanding telur ayam ras, tetapi tidak lama juga mengeluh karena tidak tahan lama,“ bebernya.
Ia menjelaskan biasanya pedagang mendapatkan telur tersebut dari oknum perusahaan bibit anakan ayam atau DOC, telur ini seharusnya dibuang malah dijual dengan kisaran Rp25.000.
“Di Pasar Panampu itu banyak. Tempatnya di sana, juga di pinggir jalanan yang pakai mobil itu juga ada. Kalau dipecah itu rusak dan encer dari 1 rak itu biasanya 10 bagus, itupun encerki,” terangnya kepada FAJAR.
Salah satu ibu rumah tangga di Jalan Pettarani 2 Neni, menuturkan pernah membeli telur murah saat harga telur lagi naik drastis. Dia simpan untuk beberapa hari. Saat ia masak, ternyata telurnya busuk. Dari 10 butir telur hanya dua yang bagus.
“Waktu itu beli telur disimpan untuk bekal anak sekolah, tapi kebanyakan busuk. Saya tanya penjualnya, dia sebut saya kocok terus. Padahal saya cuma simpan di kulkas,” ujarnya kepada FAJAR.
Ia tidak bisa memastikan telur yang dibelinya infertil atau bukan. Namun, warna telurnya beda dengan telur ayam telur ras pada umumnya, yakni agak putih.
Ketua Forum Peternak Layer Mandiri Makassar, Gowa, Maros, dan Takalar (FPLM MGMT), Nugroho Ajisulistiyo, menuturkan telur infertil umumnya berasal dari perusahaan-perusahaan pembibitan ayam broiler atau ayam pedaging.
Telur yang tidak menetas dan seharusnya tidak diperjualbelikan sebagai telur konsumsi di pasar.
Selain itu, berbeda dengan telur ayam ras dari peternak ayam petelur yang bisa bertahan selama sebulan di luar ruangan, tetapi telur infertil lebih cepat membusuk karena berasal dari telur yang dibuahi oleh ayam pejantan.
“Murah karena telur ini harus segera cepat dijual, karena dia akan cepat busuk dalam seminggu. Makanya dijual sangat murah. Dari sisi kualitas juga kurang. Telur infertil ini harusnya dibuang,” kata Nugi sapaan karibnya.
Dia menyebut pedagang atau peternak yang tahu saling menutupi karena kesempatan mendapatkan untung lebih dari 30 persen. Ia menyebut secara fisik untuk membedakannya sulit, bisa dibedakan terkait ketahanan dan saat dipecahkan berbau amis.
Biasanya pedagang yang banyak membeli telur tersebut untuk olahan nasi kuning, bakso, dan makanan rumahan lainnya karena tidak tahu menahu.
“Harganya tidak wajar bisa Rp10 ribu hingga Rp15 ribu, di bawah harga normal telur ayam ras,” jelasnya.
Salah satu peternak telur ayam ras di Gowa yang juga pemilik Ella’s Farm Ellabayao, Uq Suyuti, menuturkan dengan beredarnya telur infertil pastinya akan sangat berpengaruh ke harga telur ayam ras. Hal ini dikarenakan telur infertil dijual sangat murah.
Ia meminta pemerintah melakukan pengawasan ketat terhadap peredaran telur Infertil dan tidak diperjual belikan karena akan merusak pasar.
Kepala Kanwil VI Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Makassar, Hilman Punjabi, menuturkan pihaknya mendapatkan informasi terkait peredaran telur infertil di pasar.
Berdasarkan regulasi Permentan 32/2017 khususnya di Pasal 13, perusahaan breeder dilarang memperjualbelikan telur infertil sebagai telur konsumsi. Oleh karena itu, pihaknya tentunya berkoordinasi dengan dinas yang berwenang melakukan pengawasan peredaran telur.
“Untuk sisi persaingan tentunya harus harus sama dulu ‘legalitas’ dari produk produk yang beredar di pasar. Jadi penegakan hukum atas aturan terkait peredaran barang yang perlu dilakukan terlebih dulu. Kami sudah monitor dan sudah koordinasikan dengan Dinas Peternakan Provinsi Sulsel, “ jelasnya kepada FAJAR, Sabtu, 22 Oktober.
Kepala Dinas Pertenakan Sulsel, Nurlina Saking, menuturkan saat ini pihaknya sementara melakukan pengecekan terkait informasi beredarnya telur infertil tersebut dengan berkoordinasi kabupaten/kota. Kami baru akan mengecek, kami koordinasi dulu dengan kabupaten/kota,” singkatnya.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Makassar, Arlin Ariesta saat ditanya terkait adanya persoalan ini di sejumlah pasar-pasar di Makassar, mengatakan peredaran telur infertil ini telah diimbau ke para pedagang untuk tidak diperjualbelikan.
Dinas Perdagangan juga melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) beserta Dinas Ketahanan Pangan untuk melakukan pemantauan di lapangan, sebab cukup sulit membedakan telur infertil dengan telur pada umumnya.
Dia menegaskan jika ada temuan, pedagang akan mendapatkan konsekuensi hukum yang serius, makanya pedagang diminta jangan coba-coba menjajakan telur-telur ini ke masyarakat. “Kita pastikan kalau ada (temuan) yang tidak sesuai, akan ditindaklanjuti bersama Satgas Pangan Polda Sulsel,” sambungnya.
Dirinya juga mengimbau masyarakat melaporkan jika ada temuan semacam ini, agar kejadian serupa tidak terulang, terutama karena butuh keterampilan dan mata yang jeli untuk melihat dari luar telur infertil ini.
Seyogianya jika diamati dengan seksama, ada perbedaan dengan warna yang sedikit lebih pucat.
Paling mudah dengan melihat isian telur, dimana umumnya telur infertil memiliki titik merah di dalamnya. Makanya temuan-temuan ini umumnya dilaporkan ketika telur dibuka. Kalau ada laporan bisa ditindaklanjuti, kalau untuk pemantauan rutin tetap dilakukan,” tandasnya.
Ganggu Mekanisme Pasar
Ekonom Unhas, Andi Nur Bau Massepe, mengatakan pihak terkait mesti tegas menindak penyebaran telur infertil itu. Sebab, dengan harganya yang murah dibanding telur ayam ras biasa, maka dapat merusak mekanisme harga di pasaran.
“Pendapat saya harus tegas karena sudah ada aturan Permentan melarang telur itu. Saran saya harus ditindak tegas untuk memberhentikakn penjualannya,” kata Bau Massepe, kemarin.
Meski ada pihak-pihak tertentu yang mendapat untung dari situ, tetapi justru menjatuhkan harga, sekaligus berbahaya dalam konteks konsumsinya.
“Iya, memang untung karena memberi laba bagi perusahaan tetapi masyarakat pasti kena dampaknya, merugi. Dan juga akan mematikan peternak telur. Ditambah lagi aspek kesehatannya akan buruk,” terangnya.
Di samping itu, lagi-lagi ia tekankan bahwa dalam praktek bisnis menjadi hal yang tidak baik bila barang itu sudah diakui merusak kesehatan tetapi tetap dijual, makanya harus sudah dilarang.
Anggota Komisi B DPRD Kota Makassar, Azwar, mengatakan pihaknya belum cukup banyak mendengar informasi maraknya peredaran terlur infertil. Namun jika itu benar, pihaknya akan menekan pemerintah dalam hal ini dinas terkait untuk memperketat pengawasan.
“Kita akan panggil dinas terkait soal ini, terutama dinas perdagangan dan kesehatan, karena memang kalau tidak salah telur (infertil) itu dilarang,” ujarnya, Sabtu, 22 Oktober.
Lebih lanjut dikatakan legislator dari Fraksi PKS ini, selain dilarang, alasan pihaknya kemudian ingin juga memanggil dinas kesehatan lantaran ingin mengetahui lebih banyak terkait bahaya telur infertil tersebut. Jangan sampai mengganggu kesehatan masyarakat.
Apalagi, kata dia, saat ini persoalan kesehatan di Indonesia makin banyak saja. Belum selesai Covid-19, ada lagi soal obat sirop yang diduga jadi pencetus penyakit gagal ginjal anak. “Saya sendiri belum tahu banyak, makanya nanti kita tanyakan lebih dulu,” imbuhnya. (fajar)