Plt Bupati Kudus Hartopo: Orang Bijak Taat Pajak

  • Bagikan
SERAHKAN DHKP: Plt Bupati Kudus menyerahkan DHKP tahun 2020 kepada para camat dan kades. (KOMINFO KUDUS FOR RADAR KUDUS)

KUDUS, RAKYATJATENG – Warga negara yang baik dan bijak ya taat membayar pajak. Salah satu pajak yang wajib dibayarkan adalah Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2).

Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Kudus menggelar sosialisasi PBB P2 dan Sistem Laku Pandai dihelat di Pendopo Kabupaten Kudus pada Selasa (3/3) pagi.

Acara tersebut dibuka oleh Plt Bupati Kudus Hartopo dan dihadiri asisten Administrasi Umum, seluruh camat, kades, notaris, dan pemangku kepentingan lainnya.

Menurut Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan dan Aset Daerah Kudus Eko Djumartono, prosentase wajib pajak yang telah membayar pajak PBB P2 di Kudus telah mencapai angka lebih dari 80 persen.

Namun, pihaknya tetap menargetkan kenaikan presentase wajib pajak pada 2020. Dengan adanya kemudahan sistem pembayaran dari Bank Jateng maupun BUMDes, lanjut Eko, diharapkan masyarakat dapat menikmati kemudahan dalam bertransaksi.

Selain itu, Eko juga mengingatkan batas maksimal pembayaran pajak PBB P2 2020 yakni 30 September. Jika menunggak, wajib pajak akan dikenakan denda 2 persen per bulan.

”Wajib pajak dapat membayar lewat Bank Jateng atau desa dengan adanya BUMDes. Jangan sampai telat bayar pajak karena akan ada denda 2 persen tiap bulannya. Jadi, manfaatkan kemudahaan yang telah ada baik itu dari Pemerintah Kabupaten Kudus maupun dari Bank Jateng,” jelasnya.

Sementara itu, usai menerima lembar pajak PBB P2 yang telah lunas, Hartopo menyerahkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) kepada 9 Camat dan 9 perwakilan desa. Hartopo mengingatkan agar peran Camat dan Kades lebih ditingkatkan. Utamanya memberi pemahaman pajak PBB P2. Misalnya, Kades terjun langsung menemui warga dan menjelaskan pentingnya pajak PBB P2.

”Saya minta para Camat dan Kades lebih aktif lagi untuk dapat turun bawah. Selain untuk mendekatkan diri ke masyarakat, juga untuk memberi pemahaman pentingnya pajak PBB P2,” katanya.

Hartopo juga menjelaskan, tanggung jawab dan keberhasilan pengelolaan PBB P2 adalah berkat partisipasi berbagai pihak. Selain itu, diperlukan inovasi atau terobosan yang mampu meningkatkan kesadaran para wajib pajak dengan memberikan kemudahan dalam membayar pajak.

Maka dari itu, dengan adanya sistem Laku Pandai yang ada di Bank Jateng, Hartopo mengapresiasi dan mengharapkan penerapan sistem tersebut dapat maksimal.

”Ke depan penerimaan pajak yang ditargetkan harapannya dapat tercapai. Harapannya pembangunan dapat berjalan lebih baik. Adanya sistem Laku Pandai dari Bank Jateng ini harapannya lebih mempermudah dan mendekatkan masyarakat dalam membayar pajak,” ujarnya.

Pemkab Kudus menargetkan penerimaan PBB P2 sebesar Rp 34,15 miliar pada tahun 2020. Target penerimaan PBB-P2 2020 tersebut naik sebesar 48,48 persen atau Rp 11,15 miliar dibandingkan tahun 2019 lalu.

”Dari semula ‎Rp 23 miliar pada 2019, kami targetkan menjadi Rp 34,15 miliar pada tahun ini,” ujar Hartopo.

Penetapan target penerimaan PBB-P2 disusun ‎atas dasar kondisi perekonomian dan dampak inflasi terhadap nilai properti di Kabupaten Kudus. Terdapat dua manfaat dalam penyesuaian pajak itu, yakni nilai agunan semakin mendekati harga pasar. Penyesuaian tersebut, diakuinya, juga berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

PBB-P2 merupakan satu di antara 11 jenis pajak daerah yang pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Dalam sosialisasi kemarin, pihaknya mengundang sembilan camat dan 132 kepala desa untuk memberikan infomasi perubahan nilai jual objek pajak (NJOP).

Terakhir, Hartopo menginisiasi adanya teguran atau sanksi bagi wajib pajak yang ‘bandel’. Pasalnya, dalam beberapa kasus terdapat oknum wajib pajak yang menunggak lebih dari 8 bulan. Akan tetapi, teguran ataupun sanksi harus diberikan secara proporsional dan membuat wajib pajak ‘bandel’ jera.

“Kalau yang ‘bandel’ itu, ya, bagusnya diberikan teguran atau sanksi. Supaya terasa efeknya. Tapi, masih dalam koridor proporsional dan tidak berlebihan,” pungkasnya.

(ks/daf/mal/top/JPR/JPC)

  • Bagikan