BATANG, RAKYATJATENG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang telah memberlakukan ketentuan pajak 10% pada restoran sejak tahun 2018 lalu. Sayangnya, dari total 57 restoran yang ada, baru 10 di antaranya yang menerapkan regulasi tersebut.
Penarikan pajak tersebut juga telah memiliki payung hukum, yakni Perda 11 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran. Hanya saja, perda tersebut baru efektif diberlakukan sejak tahun kemarin.
Kabid Penagihan, Evaluasi dan Pelaporan PAD, Titik Ismu Hardojowati mengatakan, sesuai data BPKPAD, persebaran restoran di Kabupaten Batang mencapai total 57, dengan rincian 15 restoran besar dan 42 sedang. “Tapi memang belum semua restoran di Batang menerapkan perda ini. Tercatat, baru 10 restoran yang sudah mengimplementasikan dan hampir semuanya sudah kami pasang tapping box,” ungkapnya, Senin (22/7).
Tapping box merupakan alat perekam transaksi yang digunakan BPKPAD Batang sebagai terobosan untuk mencegah kebocoran pajak daerah. Hasilnya pun mulai nampak, semester I kemarin, realisasi pajak restoran telah menembus Rp 1.354.251.760 atau 45,14% dari total target tahun ini yang mencapai Rp 3 miliar.
“Alhamdulillah, sejak kita gencarkan pada awal tahun 2019 lalu, kini sudah terlihat adanya perubahan dalam penerimaan pajak daerah, baik dari pajak hiburan, hotel, maupun restoran,” ungkap Kepala BPKPAD Kabupaten Batang, Bambang Supriyanto SH MHum, belum lama ini.
Ia mengatakan, sebelum adanya penggunaan alat tersebut, tingkat kebocoran penerimaan pajak daerah sangat tinggi. “Sebagai contoh, yang dulunya hanya menyetorkan pajak bulanan Rp 250 ribu, kini dengan adanya tapping box, setiap bulan mampu menyetor Rp 2 juta. Begitu juga dengan tempat usaha lainnya, yang dulunya hanya menyetor Rp 15 juta kini mampu menyetor Rp 30 juta,” ujarnya.
Ia menyebut, saat ini baru ada 14 alat tapping box yang terpasang di tiga sektor usaha tersebut, yakni Hotel Sendang Sari, Hotel Dewi Ratih, Restoran Mayang Sari, Cemani, Murah Meriah, Bu umi, Tirta Asri, Nyoto Roso, Monggo Moro,WKWK, dan Sambel Layah. Sedang untuk cafe karaoke, ada Family Fun, Wr2 dan Wkwk.
“Sebetulnya, dari 14 alat yang sudah terpasang tersebut, masih belum berjalan secara maksimal. Masih ada beberapa pengusaha yang bandel, tidak menggunakan alat tersebut. Kita mengetahuinya, karena kita bisa memantau setiap saat penggunaan alat tersebut, baik melalui komputer maupun handphone. Jadi kita tahu persis, kalau di tempat usaha mereka melakukan kecurangan, seperti misalnya ada orang beli tapi tidak dimasukkan datanya ke tapping box,” katanya.
Untuk itu, pihaknya akan mencoba melakukan evaluasi, dengan mendatangi pemilik usaha yang masih membandel tersebut. “Pokoknya akan kita coba penggunaan tapping box ini hingga akhir tahun 2019. Sehingga, kita harapkan pada tahun 2020, tidak ada lagi alasan bagi pemilik usaha untuk curang atau tidak mau menggunakan alat tersebut. Kita juga akan berlaku tegas mulai tahun depan, kalau tidak mau akan kita tindak,” tegasnya.
Melihat adanya perubahan yang cukup signifikan dari penggunaan alat tapping box tersebut, lanjut Bambang, maka direncanakan pihaknya akan melakukan penambahan unit untuk dipasang di tempat usaha lain. “Mungkin kita akan tambah lima lagi,” imbuhnya. (fel/RP)