TUBAN—Salah satu tujuan penerapan program revitalisasi pemasyarakatan yang dicanangkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, sebagaimana dinyatakan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly adalah berkembangnya lembaga pemasyarakatan menjadi pranata sosial yang mampu menyiapkan warga binaan mandiri dan tangguh. Di tingkat mikro, Lapas IIB Tuban, Jawa Timur, berupaya untuk kian mendekati kondisi ideal tersebut.
Cara menggapai tujuan itu dilakukan Lapas Tuban dengan membangun dan terus mengembangkan Wahana Asimilasi dan Edukasi (WAE) Merak Urak. Di lahan sekitar 1,5 hektare itu warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Tuban dibina dengan berbagai kecakapan, mulai dari budidaya hewan, pertanian hingga kemampuan di bidang pertukangan.
Menurut Kepala Lapas Tuban Sugeng Indrawan, WAE dibangun melalui kerja sama dengan Bagian-bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Merak Urak. Lahan yang digunakan merupakan milik Perhutani, yang dibudidayakan agar lebih bermanfaat bagi kehidupan.
“Pada prinsipnya, lapas bukanlah tempat untuk membuat narapidana menderita. Justru dengan konsep revitalisasi pemasyarakatan Ditjenpas, lapas seharusnya menjadi tempat pembinaan untuk menjadikan warga binaan kian mandiri, tangguh dan lebih produktif,” kata Sugeng. Itulah yang mendasari niatnya membangun WAE sekitar 2018 lalu.
Saat ini di WAE Merak Urak telah dibudidayakan kelinci hias, ayam petelor, ikan lele, berbagai tanaman pertanian, hingga cacing tanah. Sugeng bercerita, budi daya ayam petelor mulai dilakukan Oktober 2018 lalu dengan awal 300 ekor. “Saat ini kami sudah membudidayakan 500 ekor ayam, dengan hasil telur per hari mencapai 22 kilogram,” kata Sugeng. Telur-telur itu dipasarkan kepada masyarakat setempat. Tak jarang pembeli juga datang sendiri untuk membeli telur dan ikan lele hasil budi daya warga binaan.
“Kami beli dengan harga umum saja,” kata Wahyudi, pengepul ikan lele untuk dijualnya lagi kepada para pedagang pecel lele di wilayah
Tuban. “Sekalian bantu-bantu sesama yang sedang dapat ujian menjalani hukuman di sini.”
Wahyudi mengaku susah empat kali panen datang ke WAE untuk menampung lele yang dihasilkan. “Lumayan, sekali panen dapat sekitar tujuh kuintal,” kata dia.
Sugeng mengatakan, cara budi daya lele di WAE dilakukan dengan sistem bioflok yang terdiri dari 20 kolam. Satu kolam rata-rata memuat 1.500 benih lele yang ditanamkan di awal budidaya.
Yang menarik, Lapas Tuban juga membuka kesempatan bila masyarakat ingin bergabung melakukan budidaya bersama para warga binaan. Selama ini, tak hanya ikut bertanam kacang tanah, pepaya California juga aneka palawija di lahan tersebut, warga setempat juga diberi peluang mengambil bibit untuk ditanam sendiri di lahan mereka. “Yang penting, kita sama-sama maju dan bisa mengambil manfaat,” kata Sugeng.
Tidak hanya hal-hal ‘biasa’, WAE juga mengembangkan budidaya cacing tanah atau (lumbricus rubellus) untuk dibudidayakan. “Harganya lumayan tinggi dan menguntungkan,” kata Abdul Manan, salah seorang warga binaan Lapas yang tengah menjalani asimilasi di WAE sebelum selesai masa pidana dan kembali ke kampungnya. Menurut Abdul, cacing tanah berguna untuk kosmetika, bahan obat-obatan dan sarana pertanian, juga pakan ternak.
Tak hanya buat para warga binaan, keberadaan WAE juga dirasakan manfaatnya oleh warga masyarakat setempat. “Semenjak ada wahana ini, warga sekitar juga banyak terbantu. Tak hanya dapat sayur dan tanaman hasil budidaya, mereka juga mendapatkan bekal pendidikan dan pelatihan, juga bibit. Saya sih berpikir wahana ini seharusnya diperluas, ya lahannya, ya jenis kegiatannya,” kata Asip, seorang karyawan Perhutani yang juga warga setempat.
Dengan semua manfaat tersebut, wajar bila Dirjen PAS beberapa waktu lalu sengaja datang untuk melihat langsung keberadaan WAE. Pada kesempatan itu Dirjen PAS Sri Puguh Budi Utami menyatakan apresiasi dan rasa terimakasih jajarannya kepada Perhutani yang bersedia bekerja sama sehingga jajaran Lapas Tuban bisa mewujudkan keberadaan WAE Merak Urak.
“Saya berterima kasih kepada pihak Perhutani karena telah memberikan kepercayaan kepada Lapas Tuban untuk mengelola lahan ini,” kata Utami. Dirjen mengaku sangat bangga dengan adanya WAE yang disebutnya sebagai wujud revitalisasi pemasyarakatan dari Lapas Tuban.
“Ini merupakan wujud pembinaan kita bahwa warga binaan di lapas ada yang berpotensi di bidang pertanian dan berkebunan. Semua ini nanti bisa menjadi bekal mereka jika sudah bebas,” kata Utami.
Sekadar info, WAE dikembangkan dengan prinsip kemandirian. Untuk membangun sistem pengairan di WAE meliputi pengadaan bak penampung (torn) dan sebagainya, pihak lapas diberi kepercayaan untuk meminjam dana Koperasi Lapas Tuban. “Besarnya Rp 65 juta dan sudah terwujud dengan baik,” kata Sugeng. [ ]