SEMARANG, RAKYATJATENG – Borobudur Marathon merupakan salah satu event andalan Pemprov Jawa Tengah untuk mendongkrak kunjungan wisatawan. Untuk tahun ini, pemprov bakal punya cara berbeda untuk lebih memasifkan promosi lomba maraton itu ke luar negeri. Yakni melalui sister marathon.
Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Jateng Sinoeng N. Rachmadi menjelaskan, maksud dari sister marathon ini adalah upaya mengoneksikan Borobudur Marathon dengan perlombaan maraton lainnya di berbagai negara. Terutama negara-negara yang rutin menghelat perlombaan maraton bertaraf internasional, seperti Jepang, Belanda, dan beberapa negara di Asia Tenggara.
“Jadi kalau Tokyo marathon digelar bulan Maret, Eropa bulan apa, gongnya ada di Borobudur. Sehingga orang yang ikut di maraton Tokyo, Tiongkok, Amsterdam, gongnya kamu harus ikut Borobudur Marathon,” jelas Sinoeng, Selasa (19/2).
Nantinya akan ada tim yang ditugaskan mempromosikan Borobudur Marathon di luar negeri. Disporapar berusaha membangun jaringan yang kuat untuk menyatukan event-event maraton kelas internasional.
“Hari ini tugas kami untuk mewartakan itu pada setiap event. Kami ditugaskan mengirimkan personel dan anggota untuk menjalin komunikasi itu. Pada setiap event-event internasional itu kami ada staff,” tambahnya.
Tak sekadar mempromosikannya, ada iming-iming pula bagi siapa pun yang mengikuti Borobudur Marathon. Seperti pendaftaran gratis atau paket wisata bagi seratus pendaftar pertama.
Tujuan akhir dari program ini adalah peningkatan jumlah wisatawan ke Jateng.
“Mudah-mudahan dapat menjaring (peserta dari) 30 negara. Karena kalau berdasar pada data 2018, ada segitu. Mudah-mudahan bisa dipertahankan. Syukur kalau Maret nanti bisa meningkatkan itu sebagai agenda internasional, bisa lebih dari 30 negara,” jelasnya.
“Satu sisi dari sisi ekonomi, evaluasi dari 2018 kemarin itu money spending yang beredar di Kabupaten Magelang, Kedu dan sekitarnya, berkisar Rp 19 miliar. Hanya pada satu event, pada Borobudut Marathon kemarin. Tahun ini targetnya Rp 20-21 miliar,” lanjutnya.
Adapun langkah lainnya yakni dengan cara mendukung pembentukan destinasi wisata alternatif. Baik yang dibentuk pemerintah, seperti Glamping D’Loano di Purworejo, bentukan Badan Otorita Borobodur maupun pun desa-desa wisata lainnya bikinan masyarakat.
“Jadi tempat wisata itu bukan cuma back packer. Tapi betul-betul sudah didesain, semacam orang yang suka nomaden, ada fasiltas kamar mandi, dapur yang lebih natural,” tandasnya.
(JPC)