Menghindari dari Kejaran Belanda, Bung Karno Ternyata Pernah Menginap di Sibedil, Pemalang

  • Bagikan

PEMALANG, RAKYATJATENG – Wilayah lereng Gunung Slamet di Kabupaten Pemalang tidak hanya memiliki potensi wisata alam, tetapi juga wisata sejarah. Salah satu yang masih jarang diketahui adalah keberadaan sebuah rumah yang pernah menjadi tempat singgah Presiden Indonesia pertama Soekarno di masa penjajahan Belanda.

Rumah tersebut berada di Dukuh Sibedil Desa Gunungsari Kecamatan Pulosari dan disebut Omah atau Rumah Perjuangan, karena nilai sejarah yang dimilikinya. Dibangun pada 1837, rumah itu hingga kini masih kokoh berdiri.

Hampir semua bagian bangunan rumah yang terbuat dari kayu pohon nangka masih asli. Termasuk sejumlah perabotan di dalamnya, seperti meja, kursi, lemari, dan ranjang.

Sejumlah senjata dan foto dalam bingkai tampak tergantung di dinding rumah. ‎Salah satu foto yang menarik perhatian adalah sebuah foto hitam putih yang menunjukkan Presiden Indonesia pertama Soekarno tengah duduk di sebuah ruangan bersama KH Ahmad Wahab Hasbullah. Kedua tokoh nasional itu terlihat tengah kusyuk berdoa.

“Ruangan tempat Soekarno dan KH Wahab duduk itu ada di salah satu ruangan di Omah Perjuangan ini. Dulu saat jaman kemerdekaan, rumah ini pernah menjadi tempat singgah Soekarno,” kata Kepala Desa Gunungsari Teteg Winanteya kepada radartegal.com, Sabtu (10/3), saat ditanya ihwal foto tersebut.

‎Menurut Teteg, kala itu Soekarno tengah dalam perjalanan menuju Yogyakarta bersama pasukan dari Divisi Siliwangi, setelah sebagian wilayah Pulau Jawa jatuh ke tangan Belanda. Menghindari pasukan Belanda, Soekarno dan rombongan sengaja memilih jalur yang melalui wilayah-wilayah di lereng Gunung Slamet.

“Saat melewati wilayah Pemalang, beliau bersama KH Wahab dan pasukan Divisi Siliwangi kemudian singgah di rumah ini untuk beristirahat satu hari satu malam, sebelum melanjutkan perjalanan,” ungkap Teteg.

Omah Perjuangan memiliki luas sekitar 200 meter persegi. Pemiliknya adalah almarhum Patmo. Semasa hidupnya, Patmo bersama istrinya, Resti, dan anak-anaknya ikut terlibat secara langsung dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Senjata-senjata untuk melawan Belanda juga dipasok kepada pejuang di rumah ini.

“Keluarga besar penghuni rumah ini kebanyakan menjadi pejuang kemerdekaan melawan Belanda. Ada tiga anak Mbah Patmo yang menjadi tentara, dua di antaranya gugur. Rumah ini juga dijadikan dapur umum untuk para pejuang,” ungkap Rasman (64), salah satu keturunan Patmo.

Tak hanya ikut menyokong perjuangan kemerdekaan melawan Belanda, Omah Perjuangan juga pernah dijadikan sekolah, tak lama setelah kemerdekaan berhasil diraih Bangsa Indonesia.

“Tahun 1962 bagian depan rumah pernah dijadikan sekolah karena waktu itu belum ada sekolah yang memadai. Selain itu, karena dijadikan dapur umum pejuang, tiga kali rumah ini juga pernah diserang pasukan DI/TII (Darul Islam/Tentara Nasional Indonesia (DI/TII),” ungkap Rasman sembari menunjukkan beberapa lubang di tembok dan kaca lemari bekas ditembus peluru.

Teteg mengatakan, Omah Perjuangan akan dijadikan wisata edukasi dan dibuka untuk masyarakat. Langkah ini juga sekaligus sebagai upaya untuk melestarikan keberadaannya.

“Sebagian besar bangunan rumah masih asli. Hanya atap yang diganti karena atap yang lama sudah hancur. Kami harap bisa menjadi wisata edukasi, khususnya sejarah dan ikon Desa Gunungsari juga Kabupaten Pemalang,” harapnya. (radartegal/yon)

  • Bagikan