Perajin Tali Tambang Curhat ke Sudirman Said Akibat Terdampak Larangan Cantrang

  • Bagikan

RAKYATJATENG, BREBES – Dampak larangan penggunaan alat tangkap cantrang oleh pemerintah, berimbas pada pengrajin tali kapal di Desa Kubangwungu, Kecamatan Kabupaten Brebes. Sebagian besar pengrajin tali kapal di desa tersebut berhenti memproduksi.

Seorang perajin tali tambang, Haji Amin menyebutkan akibat larangan tersebut, pembelian tali tambang berkurang, padahal perajin tali tambang Desa Kubangwungu adalah pemasok utama tali tambang nelayan cantrang di Pantura Jateng.

“Saat ini, pembelian tambang sepi, karena nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang berkurang. Akibatnya, produksi dan penjualan menurun,” katanya saat menerima kunjungan calon Gubernur nomor urut 2 Sudirman Said, Kamis (15/2).

Dalam sehari, seorang perajin tali tambang bisa mengirimkan 35 gulung tali tambang. Namun, saat ini hanya sekitar 20 gulung.

Kondisi ini juga diperparah dengan cuaca yang saat ini sering turun hujan. Lantaran produksi tali tambang tradisional itu dilakukan di luar ruangan. Biasanya di pinggir jalan Brebes tengah atau jalur Pejagan-Tegal.

Di Desa Kubangwungu sendiri terdapat 4.000 perajin tali cantrang. Modal mereka didapat dari bank dan ada sejumlah perajin mendapatkan dana dari rentenir.

“Dari 120 ton, penjualan tali tambang turun ke angka 40 ton saja, selain itu jumlah pekerja kami yang semula 250 tinggal 100 saja,” ujar Haji Amin.

Menanggapi keluhan warga tersebut, Sudirman Said berjanji akan mengedepankan dialog, utamanya terkait polemik pelarangan cantrang yang menyebabkan merembet kepada menurunnya penjualan tambang untuk alat tangkap ikan.

“Saya sangat menghargai kebijakan Presiden untuk melakukan peralihan alat tangkap, namun ternyata kenyataan di lapangan tidak sepenuhnya mudah, sehingga nelayan dan pihak harus terus diajak dialog terkait kebijakan cantrang,” ujarnya.

Dialog, kata pria yang akrab disapa Pak Dirman tersebut, adalah salah satu bentuk dari implementasi demokrasi di Jateng. “Demokrasi memang harus mendorong partisipasi warga,” kata Pak Dirman.

Sebagai informasi, cantrang adalah penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Jaring cantrang yang ditarik dengan kapal yang bergerak mampu menangkap ikan di dasar perairan.

Bagi nelayan, menggunakan cantrang memang menguntungkan karena dapat memperoleh hasil tangkapan ikan yang banyak. Selain itu, harga jaring cantrang juga terjangkau ketimbang pukat cincin yang harganya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Polemik alat tangkap nelayan muncul menyusul terbitnya Peraturan Menteri Kelautan No. 2/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Penggunaan cantrang termasuk yang dilarang sesuai dengan aturan ini yang mulai ditetapkan 8 Januari 2015.

Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti itu sontak direspons protes keras dari para nelayan. Mereka menolak larangan penggunaan cantrang. Pemerintah pun akhirnya menunda larangan penggunaan cantrang.

Hingga saat ini, larangan penggunaan cantrang sudah tiga kali diperpanjang pemerintah. Perpanjangan pertama ditetapkan hingga Desember 2016, melalui Surat Edaran No. 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di WPPNRI.

Namun, pelarangan cantrang kembali diperlonggar hingga Juni 2017, melalui Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.664/DJPT/PI.220/VI/2017. Setelah itu, kelonggaran ketiga berlangsung hingg akahir Desember 2017 melalui Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.743/DJPT/PI.220/VII/2017 tentang Pendampingan Peralihan Alat Penangkap Ikan Pukat Tarik dan Pukat Hela di WPPNRI. (Bes)

  • Bagikan