Defisit Rp. 9 Triliun, Fadli Zon: BPJS Kesehatan Mau Enaknya Saja…

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – BPJS Kesehatan terus berusaha semaksimal mungkin untuk keluar dari defisit sebesar Rp 9 triliun. Salah satu rencana untuk mengatasi defisit itu, yakni dengan tidak menanggung delapan jenis penyakit keras.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengatakan dirinya tidak setuju adanya wacana tersebut. Sebab, BPJS Kesehatan perlu mengcover semua penyakit-penyakit.

“Enggak bisa dong BPJS Kesehatan mau enaknya saja, mau penyakit-penyakit yang enteng seperti batuk dan pilek,” ujar Fadli saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/11).

Oleh sebab itu, wacana cost sharing BPJS Kesehatan ini sangat tidak adil bagi masyarakat. Lebih baik ungkap Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini masyarakat beralih menggunakan asuransi swasta.

“Mendingan rakyat Indonesia enggak usah pakai BPJS pakai asuransi biasa saja sekalian,” katanya.

Menurut Fadli, ekonomi Indonesia sangat sulit. Namun tidak serta merta menggunakan cara cost sharing delapan penyakit itu untuk menambah anggaran BPJS Kesehatan. Sebab bagaimanapun masyarakat kesehatannya tidak boleh dikorbankan.

“Kalau menghemat juga tidak boleh mengkorbankan apa yang menjadi hak masyarakat,” pungkasnya.

Sekadar informasi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR pada Kamis (23/11) lalu, BPJS Kesehatan mengeluhkan kondisi defisit yang mencapai Rp 9 triliun ini. Oleh sebab itu mereka mewacanakan untuk tidak lagi membiayai delapan jenis penyakit. Diantaranya adalah jantung, kanker, gagal ginjal, stroke, talasmis, sirosis, leukemia dan hemofilia.

Delapan penyakit itu menurut BPJS Kesehatan menjadi penyebab begitu besarnya defisit. Karena pengobatannya berlangsung lama. Menteri Kesehatan (Menkes), Nila F Moeloek juga sempat menuturkan pembiayaan pasien gagal ginjal saja selama ini sudah mencapai Rp 2,3 triliun.

Diketahui, tiap BPJS juga harus menanggung biaya sekitar Rp 300 juta untuk satu pasien saat menjalani operasi jantung. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia, Syahlina Zuhal.

Menurut Syahlina, pengobatan operasi jantung bahkam bisa mencapai hampir Rp 300 jutaan per kasus operasi meski penyakit jantung bawaan. Tak heran penyakit jantung menjadi juara membuat beban biaya BPJS membengkak.

“Kami membantu pasien dari prasejahtera maka dapat dibantu menjadi lebih rendah biayanya oleh RS Harapan Kita,” ujar Syahlina.

Dia menambahkan selama ini pasien YJI ditanggung oleh YJI yang biayanya mendapatkan donasi dari masyarakat untuk membantu operasi penyakit jantung bawaan masyarakat prasejahtera. Sejauh ini sudah lebih dari 3 ribu pasien menjalani operasi berkat uluran tangan YJI sejak 36 tahun lalu.

Pernyataan Ketua Umum YJI Syahlina Zuhal dibenarkan oleh pihak BPJS. Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat menjelaskan rata-rata selama 3 tahun terakhir, sebanyak 20 persen pembiayaan BPJS hanya untuk menanggung penyakit katastropik. Paling tinggi adalah untuk membiayai penyakit jantung.

“Jantung adalah penyakit katastropik paling tinggi beban biayanya. (Operasi) bisa ditanggung sepenuhnya oleh BPJS selama sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku,” tegas Nopi.

Selama itu, beban BPJS Kesehatan dalam menanggung biaya penyakit katastropik adalah Rp 12 triliun atau 20 persen dari total pembiayaan. Sedikitnya ada 8 penyakit katastropik di antaranya jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalassemia, leukimia, dan hemofilia. (Fajar/JPC)