Yang Pertama Diswastanisasi Pemerintah Adalah Pelabuhan

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menepis kabar pemerintah berencana mau menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hanya mendorong kerja sama dengan swasta.

Luhut mengatakan, pemer­intah ingin mendorong perusa­haan pelat merah bekerja sama dengan swasta agar pengelo­laan keuangan BUMN efisien. Dan, pada sisi lain swasta bisa berkembang.

“Tidak ada penjualan itu. Yang dilakukan itu kerja sama, seh­ingga pihak swasta juga berkem­bang. Jadi kalau kita dibilang jual BUMN untuk bayar utang, itu penyesatan informasi,” tegas Luhut di kantornya, di Jakarta, kemarin.

Luhut menyebutkan, salah satu kerja sama yang akan dik­erja samakan dengan swasta yakni pengelolaan pelabuhan. Langkah ini dilakukan untuk mendorong efisiensi biaya pen­gelolaan pelabuhan yang selama ini ditanggung pemerintah.

Dia menambahkan, saat ini ada beberapa tempat yang tengah disiapkan untuk dik­erjasamakan dengan swasta. Di antaranya Pelabuhan Sin­tete di Kalimantan Barat dan pembangunan pelabuhan di Jawa Timur.

“Ini akan membuat BUMN semakin efisien. Nanti dana itu bisa dipakai lagi untuk tempat lain,” imbuhnya.

Kabar pemerintah mau men­jual BUMN telah beredar se­jak dua pekan lalu. Hal itu dipicu dari pernyataan Presiden Jokowi yang mengkritik BUMN memiliki banyak anak dan cucu usaha yang jumlahnya menca­pai 800 perusahaan. Apalagi, ada BUMN yang usahanya merambah ke sektor usaha kecil dan menengah. Jokowi memer­intahkan Kementerian BUMN agar melakukan merger (peng­abungan) atau dijual. Isu ini kemudian menimbulkan banyak spekulasi antara lain dikaitkan dengan tagihan utang pemer­intah yang akan banyak jatuh tempo pada tahun depan.

Menteri Perhubungan (Men­hub) Budi Karya belum lama ini telah merilis daftar pelabuhan dan bandara yang akan dikerja samakan dengan swasta.

Pelabuhan itu antara lain, Pelabuhan Waingapu dan Pelabuhan Bima, Pelabuhan Tan­jung Wangi, Pelabuhan Badas, Pelabuhan Kalabahi, Pelabuhan Tenau Kupang, Pelabuhan Ende, Pelabuhan Lembar, Pelabuhan Manokwari, Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Ternate, Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Parepare, Pelabuhan Kendari, Pelabuhan Biak, Pelabuhan Fakfak, Pelabu­han Sorong, dan Pelabuhan Merauke.

Sedangkan bandara yang di­usulkan dikerjasamakan dengan swasta, antara lain Bandara Komodo Labuan Bajo, Bandara Radin Inten II Lampung, Ban­dara Sentani Jayapura, Bandara Juwata Tarakan, Bandara Muti­ara SIS Al-Jufri Palu, Bandara Maimun Saleh Sabang, Bandara FL Tobing Sibolga, Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu, Bandara Hananjoeddin Tanjung Pandan, Bandara Syukuran Aminudin Luwuk, dan Bandara Blimbingsari Banyuwangi.

Kaji Aturan BUMN

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danis Sumadilaga mengata­kan, pihaknya tengah mengkaji aturan terkait larangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menggarap proyek di bawah Rp 100 miliar.

“Kalau membatasi di atas Rp 100 miliar, itu segmentasi bisa bertentangan dengan aturan. Jadi masih dikaji, kalau berdasarkan peraturan yang kena yang besar, padahal secara aturan dia boleh. Ini masih dikaji apakah diimbau untuk tidak ikut di atas Rp 100 miliar atau bagaimana,” ujar Danis di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Namun demikian, Danis men­gungkapkan, selama ini BUMN kurang meminati proyek-proyek dengan investasi rendah. Hal itu terlihat dari proyek-proyek PUPR yang dikerjakan untuk nilai di bawah Rp 100 miliar, BUMN sedikit yang ikut. Sep­erti Waskita Karya, perusahaan ini mau ikut menggarap proyek asalkan nilainya Rp 300 miliar ke atas.  ***

 

  • Bagikan