FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Segala upaya untuk menekan jumlah perokok pemula dilakukan dengan berbagai cara. Dari mulai gambar seram pada kemasan rokok hingga wacana kenaikan harga rokok.
Para akademisi Universitas Indonesia (UI) pernah mengeluarkan rumusan kenaikan harga rokok sebesar Rp 50 ribu. Harga itu mereka yakini efektif menekan hingga memberantas para perokok pemula.
“Harga rokok memang belum didiskusikan. Konsumsi masyarakat terhadap rokok memang cukup tinggi. Yang seharusnya untuk gizi rumah tangga malah dikonsumsi untuk rokok. Ini masih perlu dikaji lebih dalam,” kata Ketua Bidang Kemasyarakatan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Khotimun Sutanti kepada JawaPos.com.
Khotimun juga mempertanyakam apakah dengan menaikkan harga rokok akan efektif mengurangi konsumsi rokok. Karena itu pihaknya dengan tegas masih fokus penekanan jumlah pengguna rokok melalui larangan iklan rokok di media penyiaran. Apalagi, Muhammadiyah menyatakan dalam fatwanya bahwa rokok itu haram.
“Muhammadiyah dalam fatwa mengatakan rokok haram. Sebab rokok itu mengandung zat-zat yang merusak tubuh, merusak kesehatan. Termasuk perguruan tinggi Muhammadiyah itu berusaha untuk menstop kerja sama dengan industri rokok apalagi iklan di kampus,” jelas Khotimun.
Menurutnya hingga kini masih banyak iklan di televisi yang tidak menampilkan iklan rokok secara gamblang tetapi melalui wujud iklan beasiswa dengan sponsor industri rokok.
Data Nasyiatul Aisyiyah, setiap tahun di seluruh dunia ada 600 ribu kematian akibat paparan rokok tiap tahun. Dan 47 pesen di antaranya adalah perempuan sebagai perokok aktif dan pasif.
“Kami bagi menjadi tiga yakni perempuan perokok aktif, pasif dan perempuan yang bekerja sebagai buruh di perusahaan rokok. Lalu mengapa perempuan merokok karena sering digunakan untuk menenangkan dalam menyelesaikan masalah dan mengikuti tren,” paparnya. (ika/jpc/fajar)