FAJAR.CO.ID, PALEMBANG – Winger energik Sriwijaya FC Slamet Budiono boleh berbangga dengan dirinya. Usaha kerasnya yang sempat jatuh bangun sekarang telah membuahkan hasil. Dia telah menjelma menjadi seorang pesepakbola profesional. Namanya juga sudah diperhitungkan di persepakbolaan nasional.
Pemain muda binaan Persimura, Musi Rawas tersebut, menuturkan pernah merasakan kenangan pahit dicoret dari sekolah, gara gara si kulit bundar.
Tetapi sekarang, kerja kerasnya membuahkan hasil. Pemain nomor punggung 87 itu membuktikan bahwa pilihannya tidak salah menjadi aktor lapangan hijau.
“Sempat sedih, karena dulu saya sempat dicoret (berhenti) dari sekolah SMA. Waktu itu kelas II, gara-gara mungkin guru tidak percaya kalau saya ikut seleksi di Palembang. Kan jaraknya jauh (delapan jam perjalanan darat) jadi harus izin beberapa hari,” tutur Budi, sapaan akrabnya.
Pemain 20 tahun itu memang terbilang sudah biasa hidup keras, sejak kecil. Lahir di sebuah kampung kecil kabupaten Musi Rawas, sejak umur 5 tahun dia sudah harus berpisah dari sang ibu karena bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.
Sejak itu, dia lebih banyak tinggal bersama nenek Tetapi kesedihan tersebut kini tinggal kenangan. Sebagai pemain muda, sepak terjangnya bersama tim berjuluk Laskar Wong Kito tersebut, mulai diperhitungkan.
Dia sudah melesatkan satu gol cantiknya ke gawang Barito Putra pada babak penyisihan grup 4 Piala Presiden di Bali, (13/2) lalu.
Tetapi mantan jebolan tim sepak bola Sumsel di ajang PON XIX Jabar 2016 mengatakan tantangan sesungguhnya masih cukup panjang. “Itu sebagi motivasi saya saja sekarang. Saya ingin terus lebih baik, karena yang sekarang belum apa-apa,” tuturnya seperti diberitakan Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) hari ini.
“Saya punya target bisa sukses di bola, bisa bersaing di Sriwijaya FC nanti. Insya Allah kalau bisa nanti sampai Timnas,” tambahnya.
Dengan begitu, dia bisa membanggakan Sriwijaya FC, Musi Rawas, dan juga Sumsel. Dia juga punya cita-cita, seandainya sudah sukses bisa membawa pulang ibunda kembali ke Indonesia lagi.
“Jadi biar saya saja yang kerja, ibu nanti biar di rumah. Seandainya nanti juga ada uang lebih, ingin bawa ibu dan bapak naik haji,” tutup anak tunggal tersebut. (Fajar/jpnn)