RAKYATJATENG, YOGYAKARTA — Hasil survei Kebutuhan Hidup Layak atau KHL yang dilakukan KSPI menunjukkan
nilai KHL mencapai hampir dua kali lipat dibanding nilai upah minimum tahun ini. Serikat Pekerja Yogyakarta akan memperjuangkan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2023 sesuai KHL.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Yogyakarta Deenta Julliant Sukma
mengungkapkan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) telah melakukan survei dan hasilnya menunjukkan nilai KHL mencapai hampir dua kali lipat dibanding nilai upah minimum tahun ini
Pelaksanaan survei merujuk ketentuan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahap Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Nah, hasil survei yang dilakukan KSPI menunjukkan nilai kebutuhan hidup layak di Kota Yogyakarta sebesar Rp4,2 juta per bulan. Nilai KHL tahun 2023 ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai upah minimum kota atau UMK 2022 yang ditetapkan sebesar Rp2.153.970 per bulan.
Deenta mengaku khawatir upah buruh tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak jika penetapan UMP 2023 tetap menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
”Survei itu menunjukkan kondisi di lapangan yang sebenarnya. Harga barang dan jasa mengalami kenaikan yang signifikan, terlebih setelah adanya kenaikan harga bahan bakar minyak,” ujar Deenta Julliant Sukma.
Salah satu hasil survei yang dilakukan, harga sewa rumah naik signifikan dan memicu kenaikan KHL bagi buruh. “Perhitungan kebutuhan perumahan ini dalam bentuk rumah kontrakan, bukan hanya kamar kos atau pondokan karena dalam item survei disebutkan minimal tiga titik lampu,” urai Deenta Julliant Sukma.
Harga sewa rumah kontrakan sederhana di Yogyakarta antara Rp750.000 hingga Rp1 juta per bulan. Komponen lain seperti listrik, air, dan bahan pokok, hampir sama nilainya dengan daerah lain di sekitar Kota Yogyakarta.
Deenta menegaskan KSPSI akan menolak jika pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 sebagai dasar penetapan upah minimum 2023.
”Secara politik, kami akan menolak dan berusaha memperjuangkan aspirasi ini melalui serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan maupun melalui lembaga legislatif,” papar Deenta Julliant Sukma.
Kepala Bidang Kesejahteraan Hubungan Industrial Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Rihari Wulandari menjelaskan, penghitungan upah minimum kota berdasar PP No. 36/2021 akan dilakukan dengan memperhatikan indikator seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta variabel lain, seperti konsumsi rata-rata keluarga dan jumlah pekerja dalam satu keluarga.
”Penghitungan akan lebih rigid (kaku) sesuai rumus yang sudah ditetapkan. Tinggal memasukkan angka-angkanya saja sesuai hasil survei BPS,” terang Rihari Wulandari.
Dia menambahkan, penetapan upah minimum pada 2023 tidak akan mempertimbangkan hasil survei kebutuhan hidup layak atau KHL. (fajar/jawapos)