RAKYATJATENG, JAKARTA — Bareskrim Polri telah menahan dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit proyek Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah cabang Jakarta tahun 2017-2019.
Penahanan terhadap Dirut PT Samco Indonesia, Boni Marsapatubiono dan Dirut PT Mega Daya Survey Indonesia, Welly Bordus Bambang, merupakan pengembangan dari terpidana Bina Mardjani, pimpinan Bank Jateng cabang Jakarta yang telah divonis Pengadilan selama tujuh tahun.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, menjelaskan, keduanya telah dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Cabang Bareskrim Polri.
Perkara yang menjerat tersangka Boni Marsapatubiono berawal pada 2017 mengajukan fasilitas kredit proyek pada Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp74,5 miliar untuk lima proyek. Pengajuan tersebut pun disetujui.
Jaminan dalam pengajuan kredit proyek itu adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral.
Jenderal bintang dua ini membeberkan, dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum, yakni persayaratan yang tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit.
“Terhadap kelima proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi Kolektibilitas 5 (macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 71.279.545.538,00. Adapun jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp 2.681.583.434,00,” rinci Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/10/2022).
Sementara untuk tersangka Welly Bordus Bambang pada 2018-2019 telah mengajukan 7 fasilitas kredit ke Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp57 miliar.
Adapun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral.
Dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum yakni persayaratan tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit serta jaminan/SPK Fiktif).
“Terhadap seluruh proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi kolektibilitas 5 (macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 62.216.924.108,00. Jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp. 5.764.266.105,00,” katanya.
Saat ini, kata Dedi, penyidik masih mendalami perkara TPPU atas perkara aquo. Kedua tersangka pun dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (fajar)