BOYOLALI, RAKYATJATENG – Eksvakasi atau penggalian penelitian situs Watu Genuk di Desa Kragilan, Mojosongo, Boyolali, membuahkan hasil. Ditemukan tiga candi perwara atau candi penyangga disisi barat candi inti. Diperkirakan, bangunan Candi Watu Genuk merupakan area peribadatan pada abad 8-9 masehi atau masa Mataram Hindu.
Proses penggalian menemukan struktur bangunan candi ditiga petak berbeda. Beberapa temuan batu relief berbentuk ular dan batu-batu lepas. Lantas diamankan di salah satu rumah warga yang beragama Hindu. Sayangnya, eksvakasi tahap kedua oleh Balai Penelitian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah selesai.
Pamong Budaya Ahli Muda BPCB, Winarto mengatakan, penggalian ini merupakan lanjutan dari eksvakasi tahap pertama 2016 silam. Salah satunya ditemukan struktur bangunan candi dengan yoni berukuran besar.
Awalnya, diperkirakan terdapat struktur bangungan berbentuk pagar atau talut. Pada eksvakasi kedua ini, tim BPCB mengembangkan dengan membuat kotak-kotak atau tanah yang dipatok lainnya berdasarkan data sebelumnya.
”Hasil pengembangan ini, kami lihat gejala atau anomali tanah. Lalu dilakukan penggalian pada kotak lain dan ditemukan tiga bangunan lain di sisi utara dan selatan,” ungkapnya saat ditemui di lokasi, kemarin (8/11).
Tiga struktur bangunan ini diperkirakan berbentuk candi dengan ukuran serupa dengan candi inti yang ditemukan 2016 silam. Diperkirakan tiga candi perwira ini memiliki ukuran yang sama yakni 5,5 x 5,5 meter persegi dengan pintu masuk tiap candi disisi timur.
Dijelaskan, bangunan ini digunakan untuk peribadatan Agama Hindu pada masa Mataram kuno. Sedangkan bukti penguatnya, ditemukan patung nandi, yoni dan lingga serta ornamen kala.
”Lalu temuan lainnya, yakni ada penggunaan bahan alam. Seperti di sisi utara ditemukan batu padas keras yang menjadi alas penyusun batu. Baru di sisi semakin ke selatan semakin rendah, sehingga diberi tumpukan-tumpukan batu untuk mensejajarkan candi. Pada kedalaman 1,5 meter ini sudah diketahui lantai dasar candi. Karena dibatu terbawah terlihat struktur kasar batu yang terpendam tanah pada saat itu,” bebernya.
Candi Watu Genuk ini diperkirakan tidak terbuat dari batu semua. Yakni menggunakan kayu sebagai penyangga dan atap, seperti temuan di Candi Kimpulan yang terletak di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta. Sementara itu, terkait kelanjutan penggalian, Winarto mengaku tahap dua sudah selesai.
Apakah pengupasan bisa dilanjutkan? Menurut Winarno, anggaran 2022 untuk eksvakasi sudah digedok. Sedangkan penganggaran untuk situs Watu Genuk tidak ada pada tahun depan. Menurutnya, paling cepat bisa dilakukan 2023 tergantung pada pengalokasian anggaran nantinya. Sehingga penggalian dihentikan sementara.
Selanjutnya, pihaknya berkoordinasi dengan pihak terkait yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali yang telah meninjau ke lokasi. Jika pihak Pemkab Boyolali akan melakukan eksvakasi maka akan ada pendampingan dari BPCB. Sedangkan jika hanya untuk penelitian, maka tidak perlu ada pendampingan.
”Sementara dihentikan dulu karena tahap kedua sudah selesai. Setidaknya sudah ada data minimal tiga bangunan ditemukan. Selanjutnya, penelitian bisa berlanjut kemungkinan ada komplek percandian dan talud-talud yang mengelilingi. Maka harus diteliti apakah talut ini dibuat saat itu atau oleh warga sendiri agar tidak longsor,” imbuhnya
Sementara itu, Ketua Boyolali Heritage Society (BHS) Kuswara mengatakan sangat perlu dilakukan kajian dan penyelamatan aset cagar budaya. Apalagi Boyolali memiliki potensi cagar budaya yang banyak, mulai dari Pengging, Banyudono sampai Tlatar, Boyolali Kota dan naik ke Merapi Merbabu.
”Dengan temuan tiga bangunan ini baru sebagian kecil yang terungkap. Artinya harus sabar dan menunggu. Namun, dilihat model lagam-lagam bangunan memang periode Mataram Hindu. Situs ini masih terkait dengan jejak-jejak peninggalan Pengging,” katanya.
Dia menjelaskan ada arca-arca yang ditemukan, sepertu arca perunggu yang kini disimpan di Pure Balakan. Kemudian ditemukan juga Lingga Yoni pada 2015. Selain itu, hasil-hasil temuan yang berpotensi hilang juga diamankan. Seperti batu anak tangga, ornamen kala dan lainnya.
”Harapannya, eksvakasi bisa dilanjutkan. Dan menjadi awal bagus untuk masyarakat agar sadar arti pentingnya cagar budaya. Dengan adanya eksvakasi ini banyak orang tahu kalau ini penting untuk keilmuan. Jadi masyarakat sadar, ternyata ada jejak peradaban periode Mataram Hindu di Boyolali,” tandasnya. (rgl/adi/dam/JPC)