WONOGIRI, RAKYATJATENG – Masyarakat Wonogiri Jawa Tengah dihimbau untuk tidak melakukan layatan atau takziah. Hal ini merupakan buntut munculnya klaster layatan di Jatipurno.
Bupati Wonogiri Joko Sutopo menghimbau di masa pandemi masyarakat tak perlu melakukan layatan saat ada warga yang meninggal.
Selain itu, tak perlu ada pengumuman soal adanya warga yang meninggal lewat pengeras suara di masjid.
Pasalnya, saat kematian warga diumumkan lewat pengeras suara di masjid, berdasarkan kultur warga akan berbondong-bondong datang ke rumah duka.
“Kultur, karakter sosial masyarakat kita kan seperti itu, pasti akan takziah,” kata dia Senin (9/8/2021).
Warga yang datang takziah, kata dia, tak diketahui kondisi kesehatannya secara pasti. Bisa saja warga yang merasa sehat ternyata terpapar korona dangan status orang tanpa gejala (OTG) tanpa disadari.
Himbauan itu berlaku baik untuk pemakaman warga dengan protokol kesehatan (prokes) maupun tidak dengan prokes. Disamping itu, pihaknya juga sudah memberikan himbauan tak perlu adanya layatan kepada pihak-pihak terkait.
“Orang Jawa karakternya sangat halus, begitu ada seperti itu (pengumuman warga meninggal,red) pasti warga akan datang untuk menyampaikan duka cita walaupun tidak salaman,” jelas Bupati.
Bupati yang kerap disapa Jekek itu menuturkan, kedisiplinan warga Kota Sukses memakai masker juga belum 100 persen masih berada di angka 80-an persen.
Hal itu sesuai dengan data di website resmi Satgas Penanganan Covid-19 nasional (covid19.go.id). Berdasarkan data monitoring kepatuhan protokol kesehatan, tingkat kepatuhan memakai masker di Kota Sukses berada di angka 83,55 persen.
“Kalau saat layatan kebetulan tidak memakai masker maka akan ada potensi penularan disitu. Kan tidak tau kondisinya seperti apa. Kalau ada yang ternyata positif bisa jadi klaster layatan,” kata Jekek.
Dia menambahkan, klaster layatan juga ditemukan baru-baru ini. Klaster itu muncul di Kecamatan Jatipurno dengan total sembilan orang terpapar Corona dan dua orang meninggal dunia dengan status terkonfirmasi positif korona. Himbauan untuk tidak melakukan layatan juga bermula dari analisa kasus itu.
“Di layatan itu ada interaksi. Menyampaikan duka cita bareng-bareng karena diumumkan lewat masjid, kedatangan warga yang melayat atau takziah kan tidak bisa diprediksi,” kata Bupati.
Pemakaman warga yang meninggal pun bisa dilakukan secara terbatas. Apabila harus dimakamkan dengan protokol kesehatan, kata Jekek, sudah ada relawan yang terlatih untuk melakukannya, keluarga tak perlu khawatir.
Jekek menilai, sebenarnya sudah ada masyarakat yang memiliki kewaspadaan saat ada warga yang meninggal, utamanya bila warga yang meninggal dunia dimakamkan dengan prokes. Dalam kondisi itu, warga pun memilih tidak melakukan layatan.
Pihaknya juga sudah mempersiapkan aturan untuk mendukung himbauan tersebut. Selain itu, pendekatan atau edukasi juga dilakukan kepada masyarakat.
“Pendekatan ini bisa dilakukan di level desa, kepala desa bisa melakukan pendekatan,” pungkasnya. (al/dam/JPC)