Taman Satwa Taru Jurug Butuh Rp 350 Juta Sebulan, Masih Disokong Pemkot

  • Bagikan
TANPA PEMASUKAN: Selama meniadakan kunjungan TSTJ memanfaatkan untuk merawat satwa. (M IHSAN/RADAR SOLO)

SOLO, RAKYATJATENG – Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) belum boleh dikunjungi karena Kota Solo masih ada kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4. Imbasnya, kini tidak ada pendapatan bagi taman satwa terbesar di eks Karesidenan Surakarta.

Direktur TSTJ Bimo Wahyu mengatakan, sejauh ini untuk opersional masih di-backup oleh Pemerintah Kota Surakarta. “Kami sebulan harus mengeluarkan biaya operasional Rp 350 juta. Rincianya, Rp 120 juta untuk pakan bagi 77 jenis hewan. Sementara sisanya, operasional seperti gaji pegawai dan lain sebagainya, semuanya disokong oleh pemkot,” katanya kemarin.

Bimo berharap agar TSTJ bisa kembali buka pada 10 Agusutus atau setelah masa perpanjangan PPKM level 4 ini selesai. Meski begitu, pihaknya masih menunggu keputusan wali kota.

“Kalau kami disuruh terima pengunjung siap saja. Nanti aturannya seperti apa kami terima. Kalau memang batasan usianya 5 tahun, ya kami terima,” jelasnya.

Menurut Bimo, pada Juni lalu sempat ada harapan TSTJ bisa menerima pengunjung tanpa batasan. Dari data, pada Juni pengunjung yang datang mencapai 22 ribu orang. Pemasukan waktu itu bisa untuk bertahan hidup hingga saat ini. Sedangkan biaya hidup selanjutnya manajemen telah berkoordinasi dengan Pemkot Surakarta

“Kalau tidak ada pandemi seperti tahun-tahun kemarin, TSTJ selalu mendapat keuntungan dari para pengunjung. Dalam kondisi ketidakpasitian seperti ini kami hanya bisa berkoordinasi dengan pemkot selaku pemilik perusahaan. Dan kondisi saat ini masih baik-baik saja,”paparnya.

Di sisi lain, Bimo menjelaskan, dengan tidak adanya pengunjung kondisi satwa lebih tenang. Soal dua harimau di Taman Margasatwa Ragunan terkonfirmasi positif Covid-19, hal ini tidak terjadi di TSTJ.

“Satwa lebih produktif juga. Ada puluhan ekor kelahiran selama pandemi Covid-19, antara lain kakatua, rusa, kerbau bule, dan owa,” kata dia. (atn/bun/ria/JPC)

  • Bagikan