JAKARTA, RAKYATJATENG – Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. KPK menduga, politikus PDI Perjuangan itu menerima fee sebesar Rp 17 miliar untuk keperluan pribadinya.
Menelisik harta kekakayaan Juliari dalam laman e-lhkpn.go.id pada Minggu (6/12), Wakil Bendahara Umum PDIP itu memiliki harta sebanyak Rp 47,18 miliar. Juliari terakhir menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada 30 April 2020 untuk laporan periodik 2019.
Harta dari sektor aset dan bangunan yang tersebar di berbagai wilayah menjadi aset kekayaan terbanyak Juliari. Dia tercatat memiliki 11 aset tanah dan bangunan yang tersebar di Badung (Bali), Simalungun (Sumatera Utara), Bogor (Jawa Barat) dan Jakarta dengan nilai total Rp 48.118.042.150 atau Rp 48,1 miliar.
Juliari tercatat hanya memiliki satu unit alat transportasi berupa mobil Land Rover Jeep tahun 2008, senilai Rp 618.750.000. Sementara itu, harta bergerak lainnya yang dimiliki Juliari senilai Rp 1.161.000.000.
Juliari juga tercatat memiliki surat berharga senilai Rp 4.658.000.000. Kas dan setara kasnya, senilai Rp 10.217.711.716.
Total, harta Juliari sebanyak Rp 64.773.503.866. Kendati demikian, dia memiliki utang senilai Rp 17.584.845.719. Sehingga total hartanya sebanyak Rp 47.188.658.147.
Dalam kasus dugaan suap pengadaan Bansos Covid-19, Juliari diduga menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.
Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.
KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Sebagai tersangka penerima suap diantaranya Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial (Mensos); Matheus Joko Santoso (MJS) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos dan seorang berinisial AW. Selain itu sebagai pemberi suap KPK menetapkan, Aardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (JPC)