BLITAR, RAKYATJATENG – Sebanyak enam orang yang terdiri dari lima orang dewasa dan satu anak-anak terluka setelah mobil yang mereka tumpangi mengalami tabrakan dengan kereta api di petak jalan antara Garum-Blitar, Jawa Timur.
Manajer Humas PT KAI Daerah Operasi 7 Madiun, Ixfan Hendriwintoko, mengemukakan petugas dengan polisi sigap dengan kejadian tersebut. Para korban juga langsung dibawa ke rumah sakit.
“Telah terjadi KA 291a (Matarmaja) di wilayah Daop 7 Madiun, kereta yang tertemper mobil di perlintasan sebidang jalur kereta api tidak terjaga dan tanpa palang pintu,” kata dia, saat dihubungi, Minggu (30/8/2020).
KA 291A Matarmaja relasi Pasarsenen-Malang itu telah tertemper mobil di jalan perlintasan langsung (JPL 187 perlintasan tak terjaga) KM 119+0/1 petak jalan antara Garum-Blitar.
“Namun JPL itu dilengkapi dengan rambu oleh Dinas Perhubungan,” kata dia.
Ia mengungkapkan, petugas telah menerima informasi dari masinis bahwa telah tertemper mobil di JPL 187 KM 119+0/1 antara petak jalan Garum-Blitar. Mobil tersebut melaju dari arah selatan menuju utara melintasi perlintasan tidak terjaga.
Saat itu, lebar jalan kurang lebih 5 meter, dan di lokasi tersebut juga sudah dilengkapi dengan early warning sistem (EWS). Namun, mobil tetap melaju sehingga terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api itu.
Petugas juga menghubungi polisi untuk keperluan tindak lanjut. Di dalam mobil itu terdapat enam orang korban. Dari enam orang itu, lima orang sudah dewasa dan satu anak-anak. Mereka terluka-luka dan langsung dievakuasi ke rumah sakit untuk dirawat.
Hendriwintoko menyatakan, itu kejadian yang kesekian kalinya terjadi di perlintasan sebidang jalur KA di JPL tanpa penjaga dan palang pintu.
Padahal, sesuai pasal 94 UU Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian, untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup.
Penutupan perlintasan sebidang tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemerintah atau pemerintah daerah. Terkait keselamatan perjalanan KA tidak hanya bertumpu pada PT KAI semata, dalam Pasal 173 menyebutkan bahwa masyarakat wajib ikut-serta menjaga ketertiban, keamanan, dan keselamatan penyelenggaraan perkeretaapian.
Selain itu, pada pasal 114 UU Nomor 22/2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain.
Kendaraan juga harus mendahulukan kereta api, memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
“Sudah 80-an lebih perlintasan sebidang jalur KA yang sudah dilakukan penutupan/ normalisasi. Kami berharap pemerintah selaku regulator untuk komitmen melakukan evaluasi guna melakukan peningkatan keselamatan perjalanan KA dan pengguna jalan di perlintasan sebidang jalur KA, mau ditutup atau dilakukan pemasangan pos dan palang pintunya melalui izin ke Direktorat Jenderal Perkeretaapian, seperti halnya yang dilakukan Pemkab Madiun, dan Jombang,” kata Hendriwintoko. (Antara)