KLATEN, RAKYATJATENG – Pemerintah Desa Kranggan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menyiapkan tanah kas desa seluas 2.000 meter persegi untuk menampung warga setempat yang terdampak proyek jalan tol. Mengingat mereka menghendaki untuk tetap menetap di Desa Kranggan ketika diharuskan untuk berpindah.
“Yang menjadi kendala warga terdampak yakni tidak ingin keluar dari Desa Kranggan. Kita siapkan relokasi tanah kas desa apabila mendapatkan izin. Kita akan relokasikan ke tanah desa yang masuk zona kuning, yang tidak produktif,” jelas Kepala Desa Kranggan Gunawan Budi Utomo, Selasa (4/8).
Hingga saat ini, rencana penggunaan tanah kas desa untuk menampung warga terdampak itu masih sebatas lisan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) Klaten. Gunawan pun belum mengetahui apakah hal itu akan mendapat izin atau tidak. Tetapi pihaknya tetap akan mengajukan secara tertulis.
“Alasan mereka untuk tidak ingin tinggal di luar Desa Kranggan karena pertimbangan nilai historis. Apalagi mereka memang penduduk asli dari Desa Kranggan,” jelas Gunawan.
Gunawan menjelaskan, ada 112 warga di wilayahnya yang terdampak Jalan Tol Sol-Jogja. Merekalah adalah pemilik dari 81 bidang tanah, yang terdiri dari rumah, tanah, dan persawahan. Termasuk tanah kas desa seluas 15.000 meter persegi, tempat pemakaman umum (TPU), musala, dan masjid.
Rumah warga yang terdampak jalan bebas hambatan itu terdapat di dua RT. Yakni di RT 14 RW 5 terdapat 23 unit rumah. Kemudian di RT 9 RW 4 terdapat 15 unit rumah. Merekalah yang nantinya harus harus berpindah tempat tinggal.
“Kita terus berupaya juga seandainya jika mendapatkan izin kementerian dalam negeri (kemendagri), akan ada 23 KK yang akan direlokasi ke tanah kas desa tersebut ,” ucapnya.
Sementara itu, salah seorang warga Desa Kranggan yang mengikuti konsultasi publik terkait jalan tol, Agung Bakar, 42, mengatakan, seluruh tanah dan rumahnya seluas 600 meter persegi akan terdampak jalan tol. Keluarganya pun harus berpindah tempat tinggal sehingga berpisah dengan sanak saudara.
“Tidak bisa apa-apa, sebagai masyarakat ya harus mendukung. Di samping sebenarnya juga memandang aspek historis karena sejak lama mendiami rumah tersebut. Terlebih lagi hidup bersosialisasi dengan sesama sebagai perjalanan hidup,” jelas Agung.
Dia berharap mendapatkan ganti untung yang layak atas tanah dan rumahnya yang terdampak jalan tol tersebut. Mengingat dirinya harus berpindah untuk mencari tempat tinggal yang baru.
“Saya harapkan dalam pembangunan jalan tol di desa kami perlu memperhatikan beberapa aspek. Terkait masalah irigasi air yang dimanfaatkan petani karena wilayah kami dibelah tol menjadi sisi barat dan timur. Sedangkan kondisi irigasi kami dari barat ke timur sehingga perlu diperhatikan,” pungkasnya. (rs/ren/per/JPR/JPC)