Bencana Kekeringan Ancam 47 Desa di Sragen

  • Bagikan
Daerah kekeringan yang disuplai air bersih, tahun lalu. (AHMAD KHAIRUDIN/RADAR SOLO)

SRAGEN, RAKYATJATENG – Sebanyak 47 desa di delapan kecamatan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, rawan kekeringan jelang musim kemarau bulan ini.

Untuk itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen menyiapkan peralatan dropping air bersih hingga menerjunkan petugas pemantau.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Sragen Sugeng Priyono menjelaskan, titik rawan kekeringan di Kabupaten Sragen masih berpatokan pada hasil evaluasi tahun lalu. Yakni tersebar di 47 desa di delapan kecamatan. Meliputi Jenar, Tangen, Sukodono, Gesi, Mondokan, Sumberlawang, Ngrampal, dan Miri.

”Wilayah tersebut berada di utara aliran Sungai Bengawan Solo yang selama ini jadi langganan kekeringan,” jelas Sugeng, kemarin (26/7).

Dia menambahkan, BPBD sudah menggelar rapat dengan instansi terkait. Seperti Palang Merah Indonesia (PMI) dan PDAM. Armada suplai air bersih juga sudah disiapkan. Selain itu, administrasi surat menyurat ke donatur untuk permohonan bantuan juga dikirim.

”Tangki air bersih sementara kita ready empat unit, PDAM lima, dan PMI ada dua, semoga armada cukup. Biasanya kami juga mendapat bantuan air dari dermawan yang tergabung dalam komunitas atau instansi. Tapi itu biasanya waktu titik kritis puncak kemarau,” imbuh Sugeng.

Berdasarkan perkiraan Badan Metrologi dan Geofisika (BMKG), dampak kekeringan di wilayah Sragen mulai dirasakan akhir Juli ini. Namun, pihaknya berharap tidak separah tahun lalu.

”Kami persiapkan dropping air untuk antisipasi jangka pendek. Insya Allah kalau kemarau basah nanti masih memungkinkan sesekali turun hujan. Selain itu, musim kemarau lebih pendek. Tidak seperti tahun kemarin yang berlangsung penuh selama enam bulan,” ujarnya.

Persiapan antisipasi sudah dimulai sejak Senin (20/7) lalu. Tim mulai bergerak pada awal Agustus ini. Sejauh ini persediaan air bersih di lapangan masih aman.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Sragen Muslim menyampaikan, Pemkab Sragen harus menangani kekeringan dengan perencanaan yang matang. Harus ada pembuatan embung di setiap perkampungan atau perumahan. Karena tempat resapan air yang banyak bisa meminimalkan kekeringan.

”Hari ini yang dilakukan pemerintah dengan membuat embung-embung itu. Tapi kurang maksimal dan kurang banyak. Mestinya di setiap rumah diwajibkan untuk membuat peresapan air, saya kira itu bisa memperlambat kekeringan,” papar dia.

Namun jika mengikuti kondisi alam dalam jangka pendek, tentu yang dipersiapkan suplai air bersih untuk warga. Pemerintah menyediakan tangki di setiap daerah. Seperti di wilayah Gesi dan Sukodono juga sudah banyak.

”Dengan tangki air jika ada dropping air sasarannya jelas. Masyarakat tidak perlu antre lagi membawa tempat sendiri-sendiri,” beber politisi PKB tersebut. (rs/din/per/JPR/JPC)

  • Bagikan