MUNGKID, RAKYATJATENG – Dana sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tergolong besar. Pada APBD 2019 ada dana senilai Rp 25,5 miliar yang tidak terserap.
“Itu pun berasal hanya dari satu pos anggaran saja, yaitu Belanja Tak Langsung (BTL). Itu belum di pos-pos belanja lainnya. BTL ini merupakan pos untuk belanja gaji, tunjangan guru dan sertifikasi,” kata Anggota Komisi 4 DPRD Kabupaten Magelang Fajar Fatony dalam rapat kerja evaluasi APBD 2019 bersama Disdikbud Kabupaten Magelang, Kamis (2/7/2020).
Fajar mengaku sangat kecewa melihat kinerja Disdikbud. Silpa yang sangat besar itu menunjukkan lemahnya perencanaan dan kerja yang dilakukan Disdikbud selama 2019.
“Dalam pos untuk gaji, seharusnya Disdikbud sudah bisa melakukan perencanaan di awal tahun anggaran mana guru dan pegawainya yang sudah masuk masa purna tugas/pensiun sehingga pos untuk gaji tersebut dapat ditekan seminimal mungkin agar tidak menjadi Silpa besar di akhir tahun anggaran,” tegasnya.
Fajar juga menyoroti pada pos untuk tunjangan sertifikasi guru. Harusnya, Disdikbud mampu menjadi fasilitator bagi para guru untuk mendapatkan tunjangan sertifikasinya. Jangan sampai tunjangan bagi mereka tak terbayarkan hingga tahun anggaran habis.
“Nominal Silpa yang besar di pos BTL ini ternyata juga ditemukan di LKPJ dinas-dinas lain. Hal ini sungguh tidak bisa ditolerir, karena perilaku seperti ini bisa menjadi salah satu indikasi modus penyembunyian dana/anggaran APBD. Disengaja di-mark up sedemikian rupa dengan tujuan agar tidak terpakai anggarannya,” ungkapnya.
Fajar meminta agar Bupati Magelang untuk lebih ketat mengawasi dinas-dinas dalam eksekusi pelaksanaan APBD. Bupati harus tegas terhadap potensi perilaku menyembunyikan anggaran seperti itu.
Kepala Disdikbud Kabupaten Magelang Aziz Amin Mujahidin saat dikonfirmasi mengaku kritikan Komisi 4 telah diklarifikasi. Aziz juga menolak bahwa temuan Silpa yang besar dalam Disidkbud merupakan sebuah kesalahan.
“Sudah diklariifkasi. Silpa mengikat, karena regulasi. Itu bukan karena anggaran tidak terserap, bukan, bukan itu,” ujarnya. (had/ton/bas/JPC)