YOGYAKARTA, RAKYATJATENG – Pembagian zonasi di Malioboro, Yogyakarta untuk mengatur kuota pengunjung mulai diterapkan sejak awal pekan ini. Hal itu sebagai bagian dari uji coba protokol kunjungan wisatawan di kawasan utama wisata di Kota Yogyakarta.
”Kami sudah mulai mengatur kuota maksimal jumlah pengunjung di tiap zona. Tujuannya supaya tidak ada kerumunan orang di tiap zona,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Ekwanto seperti dilansir dari Antara, Kamis (2/7).
Jalan Malioboro dari ujung utara hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta terbagi dalam lima zona, baik di jalur pedestrian timur maupun barat. Zona 1 dimulai dari Grand Inna Malioboro–Malioboro Mall, Zona 2 dari Malioboro Mall–Mutiara, Zona 3 dari Halte Transjogja 2–Suryatmajan, Zona 4 dari Suryatmajan–Pabringan, dan Zona 5 dari Pabringan–Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Di tiap zona, lanjut dia, sudah ditetapkan kuota maksimal pengunjung yang bisa berada di zona yang sama dalam satu waktu tertentu. Petugas akan memperoleh informasi mengenai jumlah dan pergerakan pengunjung karena seluruh pengunjung Malioboro wajib memindai QR code yang sudah tersedia di tiap zona dengan telepon genggam.
”Setiap kali berpindah zona, pengunjung harus melakukan scan ulang. Dengan demikian, kami bisa memantau pergerakan jumlah pengunjung di tiap zona. Petugas di tiap zona akan mengingatkan pengunjung untuk selalu memindai QR code,” kata Ekwanto.
Jika jumlah pengunjung sudah memenuhi kuota, akan ada pemberitahun ke telepon genggam petugas di zona tersebut. ”Misalnya di satu zona memiliki kuota 500 pengunjung, saat jumlah pengunjung memenuhi kuota, akan ada notifikasi di telepon genggam petugas. Saat kuotanya tersisa 30 atau 50 pengunjung, koordinator lapangan diminta menghubungi petugas melalui radio untuk mengingatkan jika di zona tersebut sudah hampir penuh,” kata Ekwanto.
Sejak awal pekan, pengunjung lebih banyak memadati zona 1, zona 2, dan zona 5 Malioboro, namun belum ada zona dengan jumlah pengunjung melebihi kuota. ”Jumlah pengunjung rata-rata masih 500 sampai 600 orang per hari. Didominasi warga lokal Jogja meski sudah ada beberapa dari luar daerah tetapi jumlahnya masih sedikit,” tutur Ekwanto.
Sejumlah kendala yang dihadapi petugas di lapangan, lanjut dia, adalah pengunjung belum memahami cara memindai QR code. ”Ada yang masih harus dibimbing atau bertanya ke petugas. Terkadang, ini yang berpotensi menimbulkan kerumunan,” ujar Ekwanto.
Proses pemindaian yang seharusnya dapat dilakukan dengan cepat, lanjut Ekwanto, harus berlangsung lebih lama karena pengunjung tidak siap dengan aplikasi pemindai QR code, dan terkadang menimbulkan antrean. ”Harapannya, pengunjung sudah siap dengan aplikasi pemindai QR code sehingga proses masuk ke Malioboro menjadi lebih cepat,” papar Ekwanto.
Puncak kunjungan di Malioboro biasanya terjadi sejak pukul 16.00–24.00 WIB. ”Pada jam-jam tersebut, petugas cukup kewalahan. Tetapi kami berusaha semaksimal mungkin agar wisatawan tetap mematuhi aturan,” ucap Ekwanto. (JPC)