JAKARTA, RAKYATJATENG – Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri menggelar ekpos perkara dugaan korupsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis High Speed Diesel (HSD) atau solar. Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Nur Pamudji ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam perkara ini. Bahkan, uang hasil korupsi senilai Rp 173 miliar berhasil disita aparat kepolisian.
Kasus bermula dari laporan polisi (LP) nomor LP/694/VI/2015/Bareskrim tertanggal 5 Juni 2015. Hingga kemudian dikeluarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Sidik/155.a/VIII2017/Tipidkor tertanggal 9 Agustus 2017.
Kasus ini terjadi saat Pamudji menjabat sebagai Direktur Energi Primer PT PLN pada 2010. Kala itu PT PLN mengadakan lelang penyediaan solar untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan. Namun sebelum lelang terjadi, tersangka mengadakan pertemuan dengan HW selaku Presiden Direktur PT Trans Pacific Petrochemical lndotama (PT TPPI).
“Proses pengadaan yang dilakukan oleh panitia pengadaan di PT PLN atas perintah dari tersangka NP untuk memenangkan Tuban Konsorsium, PT TPPI selaku leader dari konsorsium itu,” ujar Dirtipidkor Bareskrim Polri, Kombes Pol Djoko Poerwanto di lobi gedung Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/6).
Pemenangan Tuban Konsorsium sendiri terbilang dipaksakan. Mengingat konsorsium itu sebetulnya tidak layak dan memenuhi syarat sebagai pemenang tender untuk kontrak selama 4 tahun, terhitung dari 10 Desember 2010 sampai 10 Desember 2014.
Terbukti, Tuban Konsorsium akhirnya tidak mampu memasok BBM jenis solar untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan sesuai dengan perjanjian jual beli setelah sekitar 1 tahun kontrak berjalan.
“Atas kegagalan pasokan tersebut PT PLN harus membeli dari pihak lain dengan harga yang lebih tinggi dari nilai kontrak dengan Tuban Konsorsium yang mana mengakibatkan PT PLN mengalami kerugian,” imbuh Djoko.
Djoko menjelaskan, lamanya pengungkapan kasus ini disebabkan kasus korupsi berbeda dari kejahatan konvensional. Butuh keakuratan untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum. Selain itu, HW selaku Presiden Direktur PT TPPI juga melarikan diri ke luar negeri.
Sampai sejauh ini, penyidik masih berpotensi menambah jumlah tersangka. Namun, semuanya masih dalam proses pengumpulan alat bukti yang cukup. Sehingga belum dapat diungkap ke publik.
“Apakah ada tersangka lain, saya mohon doanya, saya tidak bisa ungkap di sini, ada LP-LP baru. Fokus kita aset recovery kenapa kita tidak tahan aja karena maksimal kita penahanan 120 hari,” tambah Djoko.
Di tempat sama, Kasubdit I Dittipidkor Kombes Pol Arief Adiharsa mengatakan, dugaan telah terjadinya perbuatan melawan hukum karena Pamudji menerapkan aturan Right to Match (RTM) dalam perkara ini. Padahal aturan tersebut bukan diperuntukan untuk pengadaan BBM.
“Dalam aturan PLN ada prioritas perusahaan nasional tapi RTM itu untuk konstruksi bukan untuk BBM seperti ini. Ini menambahkan fakta tersangka memaksakan RTM di pengadaan BBM,” kata Arief.
Selain itu, tersangka juga memutuskan kontrak dengan PT TPPI secara sepihak pada saat konsorsium Tuban sudah tidak bisa lagi memenuhi perjanjian pengadaan barang pada 2012 ketika sudah menjabat sebagai Direktur Utama. Padahal Pertamina memiliki kontrak payung hukum, untuk tetap memasok BBM dengan harga premium atau lebih tinggi ketika ada ketidakmampuan konsorsium memenuhi kebutuhan.
“Kalau kamu gagal pasok, kamu wajib ganti selisihnya. Tapi dengan diputus kontrak ini tanda kutip melepas secara perdata kewajiban konsorsium. Mestinya nggak perlu diputus kontrak orang bisa langsung tunjuk payung kontrak Pertamina,” tegas Arief.
Sedangkan dalam draft perjanjian dengan PT TPPI juga pihak pemenang tender diwajibkan membayar selisih harga dari BBM yang dibeli oleh Pertamina dengan harga yang ditawarkan oleh PT TPPI. Dengan diputusnya kontrak oleh tersangka, sama dengan membebaskan PT TPPI dari kewajiban membayar selisih harga.
Penyidik dalam perkara telah memeriksa saksi sebanyak 60 orang, termasuk ada diantaranya juga dari pihak Pertamina. Sejumlah ahli juga dimintai keterangan. Termasuk tersangka juga telah diperiksa sebelum diputuskan untuk ditahan.
Kerugian Negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI Nomor 9/LHP/XXI/02/2018 tanggal 2 Februari 2018, ditaksir sebesar Rp 188 miliar. Sejauh ini uang tunai yang disita penyidik sudah sebanyak Rp 173 miliar. Yang disita dalam tiga tahap dari rekening yang dikuasai PT TPPI QQ PT TLI.
Tersangka Pamudji dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Adapun berkas perkara tersangka telah dinyatakan lengkap (P-21) berdasarkan Surat Kejaksaan Agung RI Nomor: B-104 /F.3/Ft.1l12/2018 tanggal 14 Desember 2018. Perihal pemberitahuan hasil penyidikan perkara tindak Pidana Korupsi atas nama tersangka Nur Pamudji.
(JPC)