FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Industri pengolahan nonmigas berperan penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Sebab, kontribusinya mampu memberikan efek berantai seperti peningkatan terhadap nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor.
Selain itu, sektor manufaktur dalam negeri menjadi penyumbang terbesar dari pajak dan cukai.
”Suatu negara dikatakan maju apabila industrinya tangguh,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (4/1).
Berdasar laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menduduki peringkat kesembilan di dunia atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi kesepuluh untuk kategori manufacturing value added.
Peringkat Indonesia ini sejajar dengan Brasil dan Inggris. Bahkan, lebih tinggi daripada Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Faisal Basri menyebutkan, industrialisasi merupakan suatu keharusan bagi Indonesia untuk memperkuat struktur ekonomi domestik.
Namun, Basri justru menganggap kontribusi manufaktur terhadap ekonomi nasional terus meredup selepas era krisis 1998.
Peran manufaktur terhadap ekonomi RI mencapai 29,05 persen pada 2001.
Angka itu terus menyusut hingga akhirnya hanya menjadi 20,26 persen pada semester pertama 2017.
Sebagai perbandingan, peran manufaktur dalam ekonomi pada negara-negara Asia Timur dan Pasifik kebanyakan melebihi Indonesia.
Peran manufaktur terhadap ekonomi Tiongkok dan Korea Selatan mencapai 29,7 persen.
Sementara itu, sumbangan manufaktur terhadap ekonomi Malaysia dan Thailand masing-masing 30,9 persen dan 31,1 persen. (agf/c10/sof)