FAJAR.CO.ID – Konsumsi gula mentah untuk kebutuhan industri diprediksi meningkat pada 2018, yakni mencapai 3,6 juta ton.
Proyeksi itu lebih tinggi enam persen ketimbang konsumsi gula mentah kebutuhan industri tahun 2017 sebesar 3,4 juta ton.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, mengatakan, proyeksi pertumbuhan konsumsi berada di bawah proyeksi pertumbuhan industri makanan minuman sebesar 7 sampai 8 persen.
“Kita tidak mengambil angka yang terlalu agresif. Pemerintah mengindikasikan pertumbuhan konsumsinya sekitar 5 sampai 6 persen,” ujarnya dikutip Indopos (Jawa Pos Grup), Kamis (14/12/2017).
Kebutuhan gula nasional sepanjang 2016 mencapai 5,7 juta ton. Sebanyak 2,9 juta ton di antaranya merupakan kebutuhan industri. Sisanya, sebanyak 2,8 juta ton merupakan konsumsi masyarakat.
Produksi gula pada 2016 lalu hanya mencapai 2,2 juta ton. Sebanyak 1,2 juta ton di antaranya merupakan hasil produksi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan, sisanya sebanyak 999.600 ton merupakan produksi swasta.
Pada tahun ini, produsen BUMN ditarget memproduksi sebanyak 1,6 juta ton gula. Selisih permintaan dengan realisasi produksi sebesar 4,2 juta ton pada tahun lalu itu terpenuhi dengan cara impor. Tahun ini, selisih tersebut diperkirakan semakin melebar lantaran realisasi produksi tak sesuai harapan.
“Dari indikasinya, produksi tahun ini jauh lebih rendah dari tahun lalu,” tegasnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Perkebunan dan Hortikultura Kemenko Perekonomian Willystra Danny memproyeksikan kebutuhan gula konsumsi dan industri mencapai 6,8 juta ton pada 2020.
“Kebutuhan terus meningkat, tapi produksinya terus menurun. Gap yang semakin melebar itu menjadi alasan mengapa impor raw sugar terus meningkat,” jelas Willy.
Menurutnya, produksi gula domestik terus menurun dalam lima tahun terakhir. Produksi gula perusahaan BUMN dan swasta sempat mencapai 2,59 juta ton. Angka itu terus menyusut hingga hanya sebesar 2,21 juta ton pada 2016 lalu.
“Padahal, terdapat sebanyak 48 pabrik gula milik BUMN dan 17 pabrik gula swasta yang beroperasi di dalam negeri,” jelasnya.
Willystra menambahkan, kapasitas produsen gula di dalam negeri umumnya berada di bawah skala ekonomis. “Dari 48 pabrik gula BUMN existing, hanya 12 yang berkapasitas di atas 4.000 tones cane per day,” ujar Willystra.
Selain itu, sebanyak 78 persen pabrikan gula BUMN yang beroperasi di Jawa sudah menginjak usia di atas 100 tahun. Akibatnya, produkstifitas pabrikan terus terkikis karena beroperasi dengan tingkat efisiensi yang relatif rendah.
“Paling tidak setiap tahun mesti membangun 4 pabrik gula baru dengan kapasitas di atas 12.000 TCD untuk mencapai swasembada gula,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Benny Wahyudi menyatakan salah satu kendala dalam penyediaan bahan baku tebu adalah minimnya ketersediaan lahan. Pemerintah mewajibkan pabrikan gula rafinasi yang berinvestasi membuka lahan perkebunan dalam grace period 3 tahun.
“Lahan kita ketahui bersama memang bukan urusan mudah, dan resiko investasinya pun bagi kami sangat besar,” pungkasnya. (srs/JPC)