FAJAR.CO.ID – Untuk menjamin pemenuhan nilai-nilai dan standar kriteria buku, Kemendikbud mengaku butuh peran semua pelaku dan pemangku kepentingan sebagai ekosistem perbukuan.
“Penilaian atas kriteria kelayakan buku teks pelajaran maupun buku non teks pelajaran diajukan oleh penerbit kepada Kemendikbud atau Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP),” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemendikbud, Totok Suprayitno, dalam jumpa pers di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Ia mengungkapkan, Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan menyebutkan, buku teks pelajaran maupun non teks harus sejalan dengan nilai Pancasila, UUD RI 1945, dan norma positif yang berlaku di masyarakat.
Setelah naskah buku selesai dibuat penulis, lalu masuk tahap penelaahan. Para penelaahnya berasal dari perguruan tinggi.
Naskah ditelaah, lalu diberikan ulasan atau dikaji, diedit, dan ada uji keterbacaan oleh para guru. Kemudian baru ditetapkan sebagai buku pelajaran oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Totok menjelaskan, Kemendikbud melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) membuka akses kepada masyarakat untuk bisa memberikan saran dan kritik tentang buku pelajaran yang digunakan di sekolah.
Saran dan kritik tersebut bisa diberikan masyarakat melalui laman http://buku.kemdikbud.go.id yang dikelola Puskurbuk Kemendikbud.
“Kami memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah memberikan kritik dan masukan untuk menyempurnakan buku teks pelajaran. Baik melalui laman tersebut maupun melalui media lain, seperti media sosial,” ucapnya.
Sesuai Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016, Kemendikbud bersikap terbuka dalam menerima kritik dan saran untuk pengembangan buku.
Pelibatan masyarakat terus dilakukan untuk mendapatkan berbagai masukan, kemudian diakomodir dengan membuat buku revisi. (esy/jpnn)