FAJAR.CO.ID – Meskipun telah ditahan di Rutan KPK karena tersandung kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto masih menerima tunjangan selaku Ketua DPR.
Menurut mantan Sekjen DPR RI, Nining Indra Saleh, berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku, seorang pimpinan maupun anggota dewan masih berhak menerima sejumlah tunjangan dan gaji walau hanya diberhentikan sementara.
“Kalau sebelum diberhentikan ya tetap. Kalau diberhentikan sementara masih berhak menerima tunjangan-tunjangan. Tapi kalau sudah diberhentikan secara formal, baru dihentikan,” tuturnya di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Katanya, ketentuan tersebut sesuai dengan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). “UU MD3 menyatakan begitu,” ucap dia.
Soal apakah biaya pengobatan Novanto kemarin juga dibiayai Kesetjenan DPR, dia tidak mengetahui pasti. Sebab, dirinya sudah tidak lagi menjadi sekjen sejak 2013 lalu. “Nah, itu tanya sama sekjen yang sekarang,” imbuhnya.
Adapun Nining merupakan Sekjen DPR dari 2008-2013. Hari ini dia diperiksa penyidik sebagai saksi dalam kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Novanto.
Saat diperiksa, dia mengaku lebih banyak ditanya terkait administrasi. “Masalah administratif saja. Masalah SK (surat keputusan) dan sebagainya,” sebutnya.
Diketahui, KPK menahan Novanto pada Minggu malam (19/11). Sehari sebelumnya, dia mengalami kecelakaan tunggal di Kawasan Permata Hijau.
Kecelakaan itu terjadi di tengah penyidik KPK tengah mencarinya. Sebab, Novanto menghilang sejak penyidik menyambangi kediamannya di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, untuk melakukan penjemputan paksa.
Pasalnya, selaku anggota DPR periode 2009-2014 Novanto bersama-sama Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Dirjen Dukcapil dan Sugiharto sebagai pejabat di lingkup Kementerian Dalam Negeri, diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau koorporasi, menyalahgunakan wewenang atau jabatan yang ada padanya saat itu.
Sehingga diduga merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 2,3 triliun dengan nilai paket pengadaan Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik 2011-2012 pada Kemendagri.
Atas dasar itu, Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. (fajar/dna/JPC)