Nelayan ke Istana, Minta Alat Tangkap Cantrang tidak Dilarang

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) bertemu dengan Pejabat Kantor Staf Kepresidenan (KSP), di Kompleks Istana Negara untuk menyampaikan hasil kajian dan juga meminta pemerintah segera menghentikan pelarangan alat tangkap cantrang yang sudah sangat merugikan Nelayan.

Rombongan Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) diterima oleh Tenaga Ahli Kedeputian V KSP Riza Damanik bersama Ketua Tim Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk urusan ini, Nimmi Zulbainarni.

Ketua Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) Riyono menyampaikan, perjuangan nelayan selama ini tidak berbekal “pokoknya”, namun tetap didasarkan kepada kajian untuk kemaslahatan bersama. Dari kajian nelayan, pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah sangat merugikan nelayan Indonesia, padahal dampak buruk yang digembar-gemborkan oleh Menteri KKP jika menggunakan cantran, tidak terbukti.

“Untuk itulah kami mengharap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk terbuka dan bersedia untuk duduk bersama membahas berbagai masalah yang ada,” ujar Riyono, di Kantor Staf Presiden (KSP), Jumat (8/9).

Dalam kesempatan itu, Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) juga tetap mendesak pihak istana untuk segera membentuk tim kajian independen Cantrang, yang melibatkan nelayan dan akademisi sebagai tindak lanjut hasil kesepakan antara Istana dengan nelayan dalam Aksi Damai Nelayan tanggal 11 Juli 2017 yang lalu.

“Kami presentasikan hasil kajian kami tentang cantrang, dan meminta kepada pihak Istana untuk ditindaklanjuti dengan segera membentuk Tim Kajian Independen yang melibatkan nelayan,” ujar Riyono.

Tenaga Ahli Kedeputian V KSP Riza Damanik yang mewakili Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan, pihaknya sedang menjaring berbagai informasi dan masukan secara obyektif dari berbagai pihak. “Termasuk dari nelayan, terkait alat tangkap Cantrang, serta masalah kelautan dan perikanan lainnya,” ujar Riza.

Dia mengatakan, kajian nelayan terkait alat tangkap cantrang ini bekerjasama dengan tim akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diketuai oleh Dr. Nimmi Zulbainarni yang dilaksanakan pada bulan Mei 2016, dengan mengambil sampel lokasi di daerah Tegal, Brebes, Batang, Pati dan Rembang Jawa Tengah.

Dalam pemaparannnya, Nimmi Zulbainarni menyatakan bahwa Cantrang yang sudah dipakai oleh nelayan sejak 35 tahun yang lalu sebenarnya tidak merusak lingkungan.

Oleh karena itu, menurut dia, cantrang tidak perlu dilarang, namun cukup dikendalikan. “Pada dasarnya, semua alat tangkap potensial mengancam kerusakan lingkungan jika tidak dikendalikan,” ujar Nimmi.

Menurut Nimmi, dampak negatif terkait pelarangan Cantrang lebih besar dari pada dampak positifnya. “Sebab, ada 21 sektor yang terdampak secara ekonomi dan sosial karena pelarangan Cantrang itu,” ujarnya. [sam]

 

  • Bagikan