FAJAR.CO.ID, SITTWE – Lembaga pemantau tindak kekerasan di Myanmar, Arakan Project mengungkap aksi pembunuhan massal terhadap ratusan warga Rohingya. Pelakunya adalah pasukan keamanan Myanmar yang melibatkan warga sipil.
Direktur Arakan Project Chris Lewa mengungkapkan, lembaganya telah mendokumentasikan pembunuhan terhadap setidaknya 130 orang di sebuah permukiman Rohingya di wilayah Rathedaung. Selain itu, ada pula laporan dari desa-desa lainnya di mana puluhan orang telah dibunuh.
“Setidaknya 130 orang telah dibunuh, kami pikir sebenarnya bisa lebih,” katanya dalam program Newsday di BBC World Service, Senin (4/9).
Lowe menuturkan, pasukan keamanan Myanmar mengepung desa-desa yang dihuni warga Rohingya dan menembakinya tanpa pandang bulu. Arakan Project mencatat lebih banyak warga sipil Myanmar yang terlibat dalam pembantaian itu dibandingkan insiden Oktober dan November tahun lalu.
“Ada lebih banyak keterlibatan warga Buddhis setempat dengan militer,” tuturnya.
Lowe juga mengatakan, tentara Myanmar dan warga sipil yang terlibat aksi keji itu berupaya mengilangkan bukti pembantaian. “Yang kami temukan bahwa setelah pembunuhan, tentara dan warga sipil lainnya mengumpulkan jasad-jasad dan membakarnya untuk menghilangkan bukti,” sebutnya.
Laman Independent menyebut temuan Arakan Project itu belum dikonfirmasi melalui wawancara rinci dengan pengungsi Rohingya yang kini ada di Bangladesh. Namun, aktivis Arakan Project mengaku masih berada di Myanmar untuk terus memantau situasi di lapangan.
Sedangkan pejabat keamanan Myanmar dan pemberontak Rohingya terlibat saling tuduh tentang pihak yang membakar desa-desa dan melakukan aksi kekejaman di Negara Bagian Rakhine. Sejauh ini sudah hampir 400 orang meninggal akibat kekerasan di salah satu negara bagian Myanmar yang berbatasan dengan Bangladesh itu.
Para aktivis hak-hak asasi manusia menyebut militer Myanmar telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding tentara Myanmar melakukan genosida.
Merujuk laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setidaknya 73.000 warga Rohingya telah meninggalkan Rakhine untuk menyeberang ke Bangladesh sejak kekerasan meletup pada 25 Agustus lalu. Tempat-tempat pengungsian di wilayah perbatasan Bangladesh pun kini penuh oleh warga Rohingnya yang meninggalkan Myanmar.(independent/ara/jpnn)