FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai Pansus Angket KPK tidak punya arah yang jelas. Apakah akan memperkuat atau malah memperlemah lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo Cs itu.
Menurut Adnan, upaya penguatan institusi penegak hukum harus dilakukan sesuai cara-cara dan komitmen negara dalam memberantas korupsi. Dia mengambil contoh di Singapura. Saat ini indeks persepsi korupsi di Singapura pada posisi sembilan terbersih di dunia. Sedangkan Indonesia di posisi 88.
Penguatan CPIB atau KPK Singapura dilakukan dengan mengamandemen undang-undang antikorupsi selama empat kali. Isi amandemen itu memudahkan kerja pengungkapan korupsi oleh CPIB.
“Itu menjadi perhatian yang berbeda kalau melihat sejarah KPK Indonesia,” kata Adnan dalam diskusi Cerita Novel, KPK dan Pansus DPR di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8).
Karena itu tak heran bila publik memandang kinerja Pansus Angket KPK adalah untuk pelemahan. “Jadi, kami tidak pernah menyampaikan bahwa KPK itu malaikat. Itu adalah hal yang disampaikan DPR sendiri,” ujarnya.
Nah, di acara yang sama Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu menilai wajar saja jika ICW membela KPK. “ICW itu suporter KPK. Jadi kalau ICW membela, wajar,” tegasnya di diskusi itu.
Masinton mengatakan, berdasarkan temuan yang disampaikan Prof Romli Atmasasmita, selama empat tahun ICW menerima Rp 90 miliar dana hibah asing. “Artinya kalau ICW dukung mati-matian KPK wajar karena terima dana hibah dari luar negeri,” katanya.
Masinton pun mengingatkan, LSM jangan suka mengklaim membawa dukungan publik. Padahal, kata dia, tidak ada publik yang diwakili. “Kemudian dibesarkan (disebut) dukungan publik. Padahal hanya LSM yang mendapat dana saja,” ujarnya.
Dia mengingatkan zaman sekarang sudah berbeda. Menurut Masinton, ketika kasus cicak versus buaya (KPK dan Polri), dia termasuk yang membela KPK. Dia mendukung karena menanggap KPK sebagai harapan. “Kami anggap KPK benar dalam memberantas korupsi dan tidak ada penyimpangan,” katanya.
Setelah itu, Masinton mulai kritis terhadap KPK. Karena melihat KPK sudah berjalan tidak pada rel yang benar.
Anak buah Megawati Soekarnoputri itu juga mengatakan, sekarang ini dukungan kepada KPK sudah sedikit. Hanya LSM yang mendapatkan dana asing. “Tinggal ‘seimprit’ orangnya, itu-itu saja karena menjadi suporter akibat memperoleh dana hibah itu tadi,” katanya.
Menurut dia, mata publik sudah terbuka. Publik sekarang berbeda. Mereka sudah kritis kepada KPK. “Sekarang mulai melek nih dengan selubung yang ditutupi selama ini,” tegasnya.
Sementara Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simanjuntak mengatakan, pihaknya sepakat bahwa KPK harus dikritik. Tapi, di sisi lain harus fair apalagi jika lihat proses pelemahan sudah dilakukan sistematis dari luar maupun dari dalam.
“Salah satu pelemahan dari proses seleksi. Komisioner ini produk Komisi III DPR. Merekalah yang pilih komisioner itu,” katanya.
Adnan menambahkan, memberantas korupsi tidak bisa diserahkan kepada satu lembaga. KPK banyak temukan celah permainan di sistem seperti salah satunya penyusunan anggaran DPR. “Diduga banyak (oknum) yang main di DPR. Sekarang apa yang sudah dilakukan DPR?” kata Adnan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menyarankan sebaiknya pansus lebih mengelaborasi sistem dan standar opersional prosedur (SOP) KPK. Dia berharap dugaan tebang pilih penanganan kasus di KPK juga harus diperbaiki.
Menurut dia, sekarang pansus lebih dominan untuk mencari kesalahan-kesalahan yang ada di dalam KPK. “Sehingga masyarakat memandang bahwa pansus ini tujuannya adalah melemahkan,” katanya.
Menurut dia, kalau pansus dalam penyelidikannya menyempurnakan SOP di KPK, nanti masyarakat akan menilai ini adalah upaya penguatan lembaga antikorupsi ini oleh DPR. “Kalau penyelidikan pansus itu diprioritaskan pada standar operasional prosedur itu akan beda semangatnya,” tegas Ferry. (Fajar/jpnn)