FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menyoroti lambannya kinerja Kepolisian RI mengungkap kasus teror kepada penyidik KPK Novel Baswedan.
“Kalau lihat situasi sekarang yang terjadi, dalam kurun waktu lama puncak prestasi kepolisian (dalam kasus Novel) hanya bisa menggambar sketsa. Ya faktanya seperti itu,” kata Ferry dalam diskusi Cerita Novel, KPK dan Pansus DPR di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8).
Dia mengatakan, proses pengungkapan harus dipercepat. Supaya semua masyarakat tahu kepolisian bisa membongkar apa yang terjadi. Dia menduga, Polri sudah mengetahui siapa pelaku penyiraman terhadap Novel. “Tetapi informasi ini kemudian ditutupi atau belum ditemukan akurasi informasi sehingga dalam beberapa bulan baru sketsa wajah,” kata anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra ini.
Ferry curiga dengan lambannya Polri mengungkap kasus Novel ini. Karena itu, Ferry mengatakan seluruh pihak termasuk Pansus Hak Angket KPK bentukan DPR harus mengkritik kinerja kepolisian dalam menangani kasus Novel ini. “Kritik terhadap KPK juga harus dibarengi kritik yang sama terhadap Polri untuk segera mengungkap kasus penyerangan Saudara Novel ini,” paparnya.
Sementara Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simanjuntak mengatakan, polisi bisa menangkap penyerang kemudian mengenali apakah ada hubungan teror dengan kasus yang tengah ditangani Novel di KPK.
Dia mengingatkan, jangan sampai lambannya pengungkapan kasus, malah Novel yang dijadikan sasaran. Misalnya, penolakan berita acara pemeriksaan (BAP), mempersoalkan pernyataan-pernytaan Novel dan sebagainya. Bahkan, sekarang sudah ada pihak yang melaporkan Novel Baswedan ke kepolisian.
“Jangan sampai kemudian mengarah kriminalisasi kepada Novel. Kalau tren seperti itu terjadi, kasus tidak tintas. Nanti arahnya mempersalahkan Novel dan sebagainya,” kata dia di kesempatan itu.
Dahnil mengatakan, pernyataan Novel muncul karena lambannya penanganan kasus ini. “Novel bukan tanpa dasar bicara begitu,” tegasnya.
Di tempat yang sama, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengatakan, biarkan saja polisi bekerja. Jangan diarah-arahkan bahwa kasus Novel ini terkait dengan pemberantasan korupsi yang tengah dilakukan. “Saya melihat bahwa ada upaya penggiringan seolah-olah satu-satunya faktor Novel disiram itu terkait dengan penanganan kasus korupsi. Jangan-jangan ada persoalan lain,” katanya.
Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK itu mengatakan, polisi tentu objektif melihat persoalan ini. Jangan sampai belum apa-apa, sudah diarahkan ke mana-mana. “Ini semua asumsi saja,” katanya.
Dia mengaku memang geram karena sudah sekian lama pelaku Novel tidak terungkap. Insitusi kepolisian yang dibiayai negara untuk melakukan tugas penegakan hukum, malah belum mampu melakukan pengungkapan.
Namun, di sisi lain Masinton mengingatkan, Novel juga harus kooperatif. Misalnya harus mau di BAP dan mengikuti semua prosedur penyelidikan yang dilakukan kepolisian. “Kalau tidak, apa dasar polisi (mengungkap)? Kalau ada jenderal terlibat, laporkan. Tapi, sekarang KPK main di opini saja. Penegak hukum kok berpolitik,” katanya.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengingatkan mata Novel rusak karena disiram air keras itu adalah fakta, bukan sebuah opini. “Karena proses ini lambat dan mengacu kasus terdahulu yang tidak terungkap, kami berharap tidak ada kejadian lain setelah Novel,” ujar Adnan dalam diskusi itu.
Lebih lanjut, dia mengatakan, langkah Presiden Joko Widodo memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian mempertanyakan perkembangan kasus itu memang sudah wajar. Sebagai seorang presiden, tentu punya tugas mengingatkan penegak hukum di bawahnya. Apalagi, ini bukan perkara biasa. “Komitmen Pak Jokowi harus ada upaya memperkuat KPK. Kalau ada pertemuan ini (Jokowi-Tito) tentu menjadi simbol garansi pemerintah untuk mempercepat pengungkapan perkara ini,” katanya.
Adnan mengatakan, mau tidak mau ketika Kapolda Metro Jaya Iriawan diganti, publik akan menganggap ada kaitan langsung atau tidak dengan gagalnya proses pengungkapan perkara Novel. “Ketika dicopot kan langsung terbukti keluar sketsa. Sebelum itu tidak ada,” katanya.
Dia berharap ke depan, polisi tidak hanya mengeluarkan sketsa. Tapi, menangkap dan memperlihatkan wajah pelaku sebenarnya ke publik. “Kami berharap ada wajah nyata yang dilihatkan kepolisian bahwa inilah pelaku lapangannya,” tegasnya. (Fajar/jpnn)