FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Aparat kepolisian dikeluhkan apabila dalam menangkap teroris selalu berujung kematian dari pelaku teror itu sendiri. Bahkan polisi dalam melakukan tindakannya sering dikeluhkan lantaran melanggar hak asasi manusia (HAM).
Kasubdit Napi Deradikalisasi Badan Nasional Penggulangan Teroris (BNPT), Kolonel Sigit Karyadi mengatakan, sesungguhnya polisi sangat ingin melakukan penangkapan secara hidup-hidup. Namun kondisi di lapangan berbeda di mana pelaku teror selalu melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata api dan juga bom.
“Jadi pada saat terkepung dan terdesak teroris memang sudah punya pemahamam bahwa dia (teroris) harus mati,” ujar Sigit kepada JawaPos.com saat ditemui di Universitas Pertamina, Jakarta, Sabtu (29/7).
Sigit menambahkan, mereka berjihad rela mati lantaran diiming-imingi mendapatkan 40 bidadari di surga. Karena itu polisi dan juga pemerintah bagi mereka adalah musuh yang darahnya halal untuk dibunuh.
“Itu fakta apabila mereka (teroris mati) ada 40 bidadari,” katanya.
Sigit menambahkan, tidak ada maksud dan tujuan polisi dalam melakukan penindakan harus membunuh teroris. Sebab pelaku teror apabila sudah terdesak maka akan melakukan perlawanan dengan cara bunuh diri menggunakan bom ataupun menembak polisi.
“Karena itu kalau tidak melawan polisi resiko dapat kerugian apakah cacat seumur hidup atau pulang tinggal nama,” pungkasnya. (Fajar/JPG)