FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, mengatakan, rencana pemberian senjata ini merupakan usulan dari anggota satuan Lalu Lintas dan Sabhara yang belakangan jadi target teroris, yang selama ini memang tidak dilengkapi dengan alat bela diri yang cukup khususnya senjata api.
“Karena itu, Polri perlu melengkapi alat yang cukup untuk bela diri seperti senjata api ke petugas yang berada di kawasan rawan teror berdasarkan peta intelijen dengan senjata,” kata Tito di kompleks Mabes Polri, Jakarta, kemarin (26/7/2017).
Soal kepolisian mana saja yang anggotanya akan dilengkapi senjata api, Tito enggan merinci. Dia hanya menjelaskan, bahwa saat ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan PT Pindad untuk menjadi mitra kerja.
“Kita prioritaskan kepolisian yang daerahnya rawan serangan teror. Beberapa ada di Jawa. Senjata yang akan kita pesan 20.000-30.000 ke Pindad tapi mereka sanggupnya 5.000-15.000 unit,” ujarnya.
Untuk jenis senjata api yang dipesan, kata Tito, adalah pistol jenis G2, bukan senjata laras panjang. Mengenai anggaran, Tito menegaskan, sudah ada tersedia dan tinggal direalisasikan.
“Ini harus selesai tahun ini karena masuk dalam APBN-P. Jadi ada budget untuk itu, dan pembelian ke PT Pindad ini sekaligus untuk mendorong industri senjata dalam negeri,” tuturnya.
Soal kekurangan pistol, Tito mengatakan, bisa ditambahkan dari senjata produksi luar negeri yang harganya tidak jauh dengan produk Pindad. Sedangkan senjata untuk pasukan elite Brimob diutamakan tetap senjata impor, yang harganya tidak jauh dengan buatan dalam negeri.
“Tapi kalau senjata untuk Brimob kita tetap pakai produksi luar. Ada Styer, AK Rusia, AZ. Karena kalau untuk Brimob kan senjatanya lebih sering digunakan, takut macet. Kalau Polantas dan Sabhara kan di kota, sesekali digunakannya,” ujarnya.
Selain itu, untuk mencegah peredaran narkotika, Tito meminta seluruh jajarannya menindak keras pengedar. Termasuk menginstruksikan untuk mengekspos pengedar yang ditembak mati supaya ada efek jera.
“Tapi jangan dijejerin mayatnya seperti habis berburu hewan. Ekspos depan RS. Kenapa, kita termasuk yang agak lemah menurut saya, kita negara besar, penduduk middle class membesar, jadi market yang sangat luar biasa,” tutur Tito.
Tito kemudian membandingkan soal penindakan pengedar narkotika di Indonesia yang belum menimbulkan efek jera dengan negara tetangga. (rmol/fajar)