FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Meski sudah dibubarkan pemerintah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan terus melanjutkan aktivitas berdakwah.
Juru Bicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto, mengatakan, dakwah merupakan jalan perjuangan. “Dakwah jalan terus pada prinsipnya,” ujar Ismail saat dikonfirmasi, Kamis (20/7/2017).
Lebih lanjut Ismail mengatakan, sangat aneh jika gerakan dakwah dilarang. Padahal, dakwah bertujuan baik.
Selain itu, katanya, HTI sudah getol berdakwah sejak era 1980-an ketika menyuarakan penggunaan jilbab. Sedangkan kini HTI fokus memperjuangkan menghilangkan riba dari sistem kredit Indonesia.
“Ini kan cita-cita dakwah berlandaskan syariat Islam, seperti punya cita-cita semua bank berlandaskan pada syariat Islam,” katanya.
Kendati demikian, ungkap Ismail, HTI sadar dalam berjuang lewat jalan dakwah akan banyak pihak-pihak yang tidak senang ataupun setuju. Oleh karena itu, dia mengaku wajar ada pihak yang merasa terganggu dengan perjuangan dakwah HTI.
“Ini adalah risiko dari perjuangan dakwah di dalam sistem sekulet dengan rezim yang diktator,” ungkapnya.
Ismail menambahkan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang diikuti pembubaran HTI mencerminkan watak pemerintaan saat ini. Menurutnya, pemerintahan era Presiden Joko Widodo memang otoriter.
“Kalau kemarin orang masih ragu lahir diktator. Saya kira semua sudah menyaksikan diktator sudah lahir di bawah Presiden Jokowi,” pungkasnya.
Sehari seblumnya, kemarin (19/7/2017), Jubir HTI Jawa Barat, Luthfi Afandi, telah mengatakan bahwa pihaknya tak akan mempedulikan apapun keputusan pemerintah.
“Pemerintah tidak bisa menghentikan kami. Dakwah kan perintah Allah, masa mau dilarang,” tegas Luthfi Afandi
Karena itu, pihaknya tak akan menghentikan segala aktivitas apapun seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.
“Termasuk segala atribut HTI dan kantor HTI tetap kami gunakan,” ucapnya.
Justru, pihaknya mempertanyakan alasan pemerintah mencap HTI berseberangan dengan Pancasila dan ideologi negara.
Pihaknya mengklaim, segala aktivitas HTI sudah sesuai dengan koridor hukum berorganisasi dan bernegara.
“Apakah ada kegiatan HTI yang meresahkan, merugikan dan merusak? Kami tidak melakukan kekerasan. Kenapa disudutkan?” ujar Luthfi Afandi.
Terpisah, Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, mengatakan, pemerintah sudah mencabut legalitas HTI sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas). Maka, semua gerakan yang menyangkut HTI baik dilaksanakan secara kelompok atau individu adalah pelanggaran hukum.
“Kalau mungkin ada yang berkeberatan gunakan mekanisme hukum. Silakan gugat,” kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2017).
Tito meminta HTI tidak menggelar aksi demonstrasi, apalagi menskenariokan untuk kaos. Dia memastikan akan memproses hukum terhadap pihak-pihak yang merencanakan aksi berujung anarkistis.
“Kami mengimbau dan me-warning jangan melakukan aksi anarkistis. Karena kalau aksi anarkistis terjadi bukan Perppu yang akan kami terapkan tapi UU Nomor 27 Tahun 1999 Pasal 107 b (kejahatan terhadap keamanan negara, red). Itu berhubungan dengan keamanan negara,” tegas Tito.
Ia menambahkan, dalam UU ditegaskan larangan mengganti ideologi atau gerakan yang bertentangan dengan Pancasila. Siapa pun pihak yang melaksanakan gerakan kemudian menimbulkan kerusuhan atau korban jiwa, maka dapat diproses pidana.
“Ancamannya 20 tahun (penjara),” kata mantan Kepala BNPT ini.
(fajar/jpg/pojok/jpnn)