BOYOLALI, RAKYATJATENG – Sejumlah rumah sakit (RS) swasta di Boyolali, Jawa Tengah, mengeluhkan biaya operasional yang membengkak di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, pemasukan rumah sakit makin minim karena sepi pengunjung, mengingat adanya instruksi penundaan pemeriksaan, kecuali kondisi gawat darurat.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali Ratri S. Survivalina usai meresmikan program pelayanan berbasis keluarga di RSU Islam Banyubening, kemarin (27/7).
“Masyarakat takut datang ke rumah sakit, sehingga terjadi penurunan kunjungan sampai 50 persen. Termasuk pasien rawat inap. Dampaknya berat bagi rumah sakit untuk operasionalnya. Karena pendapatan turun,” ucap Lina — sapaan Ratri S. Survivalina.
Diakui Lina, tak hanya RS swasta saja yang terdampak. Dampak pandemi juga dirasakan RS pelat merah.
“Seluruh rumah sakit mengalami penurunan kunjungan pasien. Kami meminta agar seluruh rumah sakit di Boyolali makin mendekatkan layanan dengan masyrakat. Akses masyarakat dipermudah. Pertolongan kesehatan lebih mudah. Nanti, muaranya pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, secara kumulatif kasus positif Covid-19 di Kota Susu mencapai 174 orang hingga Senin (27/7). Rinciannya, 96 pasien masih dalam perawatan, 72 pasien sembuh, dan 6 orang meninggal dunia.
Pasien yang sembuh di antaranya ibu dan bayinya yang baru dilahirkan. Yakni MRS dan bayinya BYM asal Desa Ngenden, Kecamatan Ampel. MRS melahirkan bayinya secara caesar di RSUD dr Moewardi Surakarta.
“Setelah dinyatakan positif, MRS dan BYM dirawat di Solo. Sekarang sudah sembuh dan diperbolehkan pulang ke rumahnya. Kami imbau masyarakat jangan takut dengan Covid-19, namun tetap waspada. Tetap jalani protokol kesehatan,” pintanya. (rs/wid/per/JPR/JPC)