Naik 10,1 Persen di Tahun 2017, Utang RI Tembus Rp. 4.684 Triliun

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencatat perkembangan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan IV 2017 relatif terkendali. ULN Indonesia pada akhir triwulan IV 2017 tercatat 352,2 miliar dolar AS atau tumbuh 10,1 persen (yoy).

Kepala Departemen Komunikasi BI, Agusman mengatakan, perkembangan ULN ini terjadi baik di sektor publik maupun swasta, sejalan dengan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif lainnya.

“Berdasarkan jangka waktu, struktur ULN Indonesia pada akhir triwulan IV 2017 terbilang aman. ULN tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,1 persen dari total ULN dan pada akhir triwulan IV 2017 tumbuh 8,5 persen (yoy). Sementara itu, ULN berjangka pendek tumbuh 20,7 persen (yoy),” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (20/1).

Menurut sektor ekonomi, lanjut Agusman, posisi ULN swasta pada akhir triwulan IV 2017 terutama dimiliki oleh sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih (LGA), serta pertambangan. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,9 persen sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pangsa pada triwulan sebelumnya sebesar 77 persen Pertumbuhan ULN pada sektor keuangan, sektor industri pengolahan, dan sektor LGA meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2017.

“Di sisi lain, ULN sektor pertambangan mengalami kontraksi pertumbuhan,” tuturnya.

Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada Triwulan IV-2017 masih terkendali. Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan IV 2017 tercatat stabil di kisaran 34 persen.

Selain itu, rasio utang jangka pendek terhadap total ULN juga relatif stabil di kisaran 13 persen. Kedua rasio ULN tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara peers.

“Bank Indonesia terus memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu untuk meyakinkan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi,” pungkasnya. (Fajar/JPC)

 

  • Bagikan