FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Hasil survei Indo Barometer yang dirilis kemarin (3/12) menyebutkan bahwa nama Setya Novanto, yang menjadi satu-satunya kader aktif Golkar di bursa pencapresan, terpental dari 15 besar.
Setnov (sapaannya) berada di urutan ke-19 dengan elektabilitas hanya 0,3 persen. Padahal, Golkar merupakan partai yang berada di posisi kedua dalam perolehan suara pemilu terakhir.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menjelaskan, Golkar berada dalam situasi yang tidak kondusif beberapa tahun terakhir.
Meski menempati urutan kedua dalam perolehan suara Pemilu 2014, elektabilitas mereka terus melorot.
”Golkar memperoleh 14,75 persen suara pada Pemilu 2014. Sekarang elektabilitasnya turun menjadi 12,5 persen,” kata Qodari.
Berbagai dinamika di internal Golkar belakangan juga berdampak pada sulitnya mengorbitkan kader beringin di pentas kepemimpinan nasional.
Mulai isu dualisme kepengurusan hingga dua kasus yang membelit ketua umumnya, Setya Novanto. Yakni kasus ”papa minta saham” dan kasus korupsi e-KTP.
Saat dikonfirmasi, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Partai Golkar Aziz Syamsuddin mengatakan, Golkar memang belum mengorbitkan nama kader untuk kontestasi Pilpres 2019.
Namun, hal itu pasti akan diupayakan, setidaknya untuk mendampingi Joko Widodo (Jokowi) yang memang sudah didukung Golkar sebagai capres 2019.
”Kami sudah menyerahkan itu ke Pak Jokowi. Ada tim pemenangan. Tim itu belum membahas,” ujarnya.
Menurut Aziz, tim pemenangan pemilu Partai Golkar masih berkonsentrasi pada persiapan pilkada 2018. Sebab, masih ada daerah-daerah yang perlu dimatangkan strategi maupun calonnya.
Soal apakah hal itu akan ikut dibahas dalam munaslub Golkar yang segera digelar, pria yang juga anggota Komisi III DPR tersebut belum bisa memastikan. Menurut Aziz, hal itu sangat bergantung pada hasil rapat pleno pengurus. (Fajar/jpnn)