FAJAR.CO.ID – Peternakan skala UMKM tidak lama lagi mampu berbicara di pasar internasional. Untuk tahap awal, produk ternak unggas lokal Indonesia siap menembus pasar bebas ASEAN setelah adanya kesepakatan dengan pemerintah Malaysia.
Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, kepastian akan diterimanya ternak ayam dan itik lokal oleh Malaysia akan diperoleh setelah pertemuannya dengan Direktur Jenderal Veteriner Malaysia, Dato’ Quaza di Putrajaya, Malaysia kemarin pada acara Konferensi OIE Ke-30.
“Kemampuan Indonesia mengekspor produk peternakan ini kami telah sampaikan kemarin Senin 20 November 2017 di konferensi ke-30 Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) Wilayah Regional Asia di Malaysia,” ucap Ketut, Selasa (21/11/2017).
“Kami berharap ini menjadi catatan sejarah dalam peternakan nasional kita,” ujarnya.
Karena itu, Ketut menjelaskan tujuan kunjungannya ini ke Malaysia. Menurut Ketut, dirinya membawa misi perdagangan produk ternak, khususnya unggas lokal ke luar negeri. Kali ini yang ditawarkan ke Malaysia adalah ayam lokal dan itik lokal.
“Malaysia berminat juga untuk impor daging sapi,” jelasnya.
Realisasi ekspor tersebut diharapkan dalam kuartal pertama 2018. Sebelumnya, Pemerintah Malaysia terlebih dulu akan meninjau sarana peternakan ayam lokal dan itik yang sudah memenuhi persyaratan Good Breeding Practice (GBP), serta memiliki standar internasional untuk kesehatan hewan.
“Yaitu Sertifikat Kompartemen Bebas Avian Influenza sesuai ketentuan OIE,” ungkapnya.
Terkait dengan jaminan kesehatan hewan, Ketut membeberkan, saat ini pemerintah sudah mengeluarkan 3 Sertifikat Kompartemen Bebas AI untuk unggas lokal, yaitu 2 sertifikat untuk ayam dan 1 untuk itik yang berlokasi di Bogor dan Purwakarta.
“Kita terus perkuat sistem kompartemen AI kita, agar unggas dan produk unggas kita bisa bersaing di pasar international, kususnya ASEAN dan Jepang,” jelasnya.
“Komoditas ternak lain yang juga akan masuk ke Malaysia adalah daging sapi kualitas premium yang berasal dari peternakan di Lampung,” tambahnya.
Ketut menerangkan saat ini masing-masing perusahaan peternakan masih menghitung volume ekspor dan jenisnya. Menurutnya, dari hasil pembicaraan sebelumnya antar pengusaha, Malaysia sedikitnya membutuhkan 30.000 DOC ayam lokal per bulan dan 10.000 DOD/bulan untuk jenis bebek petelur.
Dia pun menyebutkan selama ini ternak unggas lokal Indonesia memang sudah dikenal karena termasuk salah satu pusat domestikasi ayam dunia selain China dan kawasan Lembah Hundus.
“Namun, karena pola usahanya yang masih tradisional mengakibatkan pengembangan usahanya terhambat, sehingga saat ini kita perjuangkan untuk meraih kejayaan,” tandas Ketut.(fajar/jpnn)