FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pro dan kontra di masyarakat terkait dengan lahirnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan akhirnya mendapat tanggapan resmi dari masing-masing fraksi di DPR RI dalam Rapat Kerja Komisi II DPR bersama dengan pemerintah yang diwakili Mendagri, Menkominfo dan perwakilan Menkumham bertempat di ruang rapat KK III DPR RI, Senin (16/10).
Yang menarik dari tanggapan para fraksi datang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). MZ Amirul Tamim selaku juru bicara mewakili FPPP menyampaikan empat point pending dalam menanggapi Perppu tersebut.
“Pertama, terkait hal ihwal kegentingan yang memaksa yang harus memenuhi 3 kriteria yang dimaksudkan dalam putusan MK No.138/PUI-VII/2009 perlu diperdalam dan diperjelas lagi pengertiannya, agar tidak multi tafsir sehingga hak subjektivitas Presiden dalam menerbitkan Perppu mendekati kondisi objektif dan benar-benar merupakan kebutuhan yang sangat mendesak,” kata Politisi dapil Sultra ini.
Kedua, lanjut Walikota Baubau dua periode tersebut menjelaskan, dalam konteks Perppu Ormas, penggunaan asas hukum contrario actus juga seyogyanya beriringan dengan penggunaan asas demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan hukum dan pengakuan, penghargaan, perlindungan dan penegakan HAM.
Olehnya itu, kewenangan pemerintah dalam urusan pendaftaran dan pengesahan Ormas dalam badan hukum tidak serta merta memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah untuk membekukan Ormas secara sepihak, karena hak berserikat dan berkumpul diberikan oleh konstitusi.
“Karena itu harus diberlakukan due process of law, sebagai hak untuk perlindungan dan pembelaan diri di depan pengadilan, sehingga penegakan hukum dilakukn dengan cara tidak melanggar hukum,” tuturnya.
Ketiga, FPPP menilai Perppu tersebut belum secara lengkap menjelaskan lingkup Ormas, apakah nasional atau lokal. Selain itu juga, belum jelas mengatur ruang lingkup garapan Ormas, apakah mengurusi semua persoalan kehidupan atau mengurusi hal terentu saja.
Sedangkan point keempat, FPPP menganggap materi Perppu seperti pada pasal 59 yang memperluas larangan terhadap Ormas dalam implementasinya berpotensi ditafsirkn secara sepihak dan sanksinya diberikan tanpa melalui proses pengadilan.
Meskipun menekankan empat point tersebut sebagai catatan kritis terhadap Perppu Ormas, lanjut Amirul Tamim menegaskan bahwa FPPP menyatakan siap untuk melakukan pembahasan atas RUU Perppu pada tinggkat berikutnya.
Sebagai informasi, mayoritas fraksi di Komisi II DPR RI dalam tanggapannya setuju untuk melanjutkan pembahasan terhadap RUU Tentang Perppu No.2 Tahun 2017 tentang Perunahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas. (Fajar)