FAJAR TREND – Pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI) menyetujui poin kesepakatan perpanjangan kontrak. Mereka setuju untuk melakukan divestasi sebesar 51 persen dan siap membangun smelter selama lima tahun kedepan.
Hanya saja, keputusan itu masih dipertanyakan. Pasalnya, apakah Indonesia mendapat keuntungan dari kesepakatan itu?
Pengamat Sumber Daya Alam (SDA) Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi mengatakan, sesungguhnya pemerintah tidak diuntungkan dari kesepakatan itu.
“Hal ini karena poin-poin kesepakatan perundingan mengandung masalah,” ujar Redi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/8).
Menurut Redi, pemberian IUPK kepada PT Freeport tidak sesuai dengan UU Minerba. Sebab dalam UU tersebut, IUPK dapat diberikan melalui penetapan wilayah pencadangan negara (WPN) yang harus disetujui DPR.
“IUPK pun diprioritaskan diberikan kepada BUMN,” tegasnya.
Kedua, lanjut Redi, pembangunan smelter merupakan kewajiban lama PT Freeport. Menurutnya, hal itu seperti menunjukkan Freeport hanya membual saja.
“Waktu yang lalu pun diperjanjikan oleh PT Freeport untuk dibangun (smelter), toh hingga detik ini pun tidak terbangun. Ini jelas Freeport hanya membual saja,” kata dia.
Ketiga, katanya, pembelian saham divestasi di masa akan berakhirnya Kontrak Karya (KK) merupakan kebijakan yang dianggap merugikan bagi Indonesia.
“Karena tanpa membeli saham divestasi pun maka pada tahun 2021 atau setelah KK berakhir maka wilayah eks PT Freeport menjadi milik Pemerintah Indonesia,” ucapnya.
Terakhir, terkait divestasi saham oleh PT Freeport, sesungguhnya dalam KK perpanjangan 1991 sudah ada kewajiban divestasi saham PT Freeport yang harusnya pada tahun 2011 sudah 51 persen dimiliki Pemerintah, namun faktanya hingga detik ini kewajiban divestasi 51 persen ini tidak juga direalisikan PT Freeport.
Kesimpulanya, tegas Redi, hasil perundingan ini malah bentuk mengukuhan kembali PT Freeport untuk mengeksploitasi SDA Indonesia yang kemanfaatannya bagi bangsa Indonesia sangat rendah.
“Pemerintah sekarang pun menjadi pewaris potensi masalah PT Freeport sebagaimana tahun 1967 dan 1991 ketika Orde baru mewariskan masalah PT Freeport kepada generasi saat ini,” pungkasnya. (cr4/JPC)