FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Perang terbuka Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sudah dimulai.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengindikasikan hal itu dari aksi saling serang antar elit partai politik yang ramai akhir-akhir ini.
“Parpol sudah mulai memetakan dirinya masing-masing, siapa lawan siapa dan siapa mendukung siapa,” kata Ujang yang juga pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Minggu (6/8).
Ujang memprediksi, situasi panas Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta akan terulang kembali pada Pilpres 2019 mendatang, dan akan menjadi gejala nasional.
“Hal itu sudah dimulai oleh parpol itu sendiri, yang seharusnya menunjukkan kepada masyarakat politik yang santun dan politik yang membangun,” ujarnya.
Kemudian terkait isu yang akan diangkat, menurut Ujang, masih tidak jauh dari PKI dan anti-Pancasila atau intoleran.
Beberapa waktu lalu sempat heboh pernyataan tertulis Wakil Ketua Umum Bidang Buruh Partai Gerindra, Arif Puyuono yang menyamakan PDI Perjuangan seperti PKI dalam UU Pemilu.
Selang beberapa hari, pernyataan mengejutkan dan kontroversial keluar dari lisan Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Victor Laiskodat saat pidato di Kupang, Nusa Tenggara Timur, 1 Agustus lalu. Victor berturut-turut menyebut Partai Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN di balik kelompok intoleran dan pendukung khilafah.
Pernyataan-pernyataan itu kemudian menimbulkan reaksi dari parpol bersangkutan hingga melakukan laporan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik dan aksi provokasi.
“Kita bisa lihat dan kita bisa menilai sendiri, siapa melawan siapa dan siapa mendukung siapa,” tegas Ujang.
Namun begitu, ia tetap berharap akan terwujud perilaku politik yang santun dan kompetisi yang sportif dalam berbagai perhelatan politik, terutama menjelang Pilpres 2019 mendatang.
“Parpol dan elit harus tunjukkan kepada masyarakat yang baik-baik, jangan malah bikin gaduh,” tutup Ujang.[wid]