FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) muktamar Jakarta melakukan rapat Internal dikantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP Jakarta Pusat jelang akhir pekan ini.
Rapat itu dilakukan untuk menanggapi langkah yang diambil oleh Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri dengan mengeluarkan Surat No 213/2600/Polpum yang berisi tentang penjelasan soal penyaluran bantuan keuangan kepada PPP muktamar Pondok Gede yang dipimpin Ketua Umum Rohamurmuziy.
Ketua Mahkamah Partai PPP muktamar Jakarta, M Thahir Saimima mengatakan, rapat internal yang digelar pada prinsipnya dilakukan untuk memberikan dukungan moral, politik dan hukum kepada DPP atas terbitnya surat dari Kemendagri tersebut.
“DPP sudah menyurati Kementerian Dalam Negeri atas terbitnya surat dari Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum. Surat tersebut juga tersebar ke Dewan Pimpinan Wilayah,” ujarnya (Jumat, 4/8).
Ia menuturkan kekecewaanya atas penerbitan surat tersebut. Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kemendagri tidak mengerti bahwa keputusan muktamar Pondok Gede kubu Romy tidak sah.
“Keputusan Menteri nomor 6 tentang pengesahan hasil Muktamar Pondok Gede itu kan masih di sengketa kan dan putusan Djan Farid sah. Jadi keputusan muktamar Pondok gede belum selesai, dan surat Mendagri itu tidak sah,” sambungnya.
Tidak hanya itu, jelasnya, dengan terbitnya surat tersebut juga semakin menunjukan bahwa pemerintah hanya bisa memperkeruh suasana konflik PPP.
“Harusnya pemerintah ada status quo karena persoalan ini masih jalan terus,” sambungnya.
“Sebab, putusan pengadilan itu ada tiga. Pertama mengambilkan seluruhnya, mengambulkan sebagian, dan menyatakan gugat tidak diterima. Kalau begitu maka ‘draw’ dan akan kembali ke Mahkamah partai yang sudah jelas melegalkan PPP Djan Faridz,” jelasnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Anggota Mahkamah Partai PPP Muktamar Jakarta, Teddy Anwar menjelaskan, tindakan Kemendagri tersebut juga bisa mengarah pada tindakan pidana korupsi.
“Sudah jelas PK kubu Romy itu tidak bisa digunakan dan menabrak undang-ndang Parpol itu sendiri, bisa merupakan tindakan korupsi bila memang dana tersebut cairkan,” ujarnya. [mel]