FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Syarief Hidayatullah Adi Prayitno menilai, terlalu dini menyimpulkan Partai Demokrat bakal berkoalisi dengan Gerindra menghadapi Pilpres 2019 mendatang.
Apalagi berspekulasi dengan mengatakan Prabowo Subianto sebagai calon presiden bakal berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Pasalnya, pemilihan presiden masih dua tahun mendatang. Selain itu, fakta sejarah juga menunjukkan perjalanan politik antara Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subiantokerap tak sejalan.
Contoh paling nyata pada Pemilihan Presiden 2014 lalu. PD lebih memilih tidak menggunakan haknya mengusung pasangan capres-cawapres, daripada mendukung Prabowo-Hatta Rajasa.
Kemudian pada Pilkada DKI 2017, ke dua belah pihak malah memilih mengusung pasangan calon gubernur masing-masing di saat akhir masa pendaftaran. Padahal komunikasi sejak awal sangat intens dibangun.
“Jadi Prabowo dan SBY tak pernah punya chemestry yang sejalan soal politik. Terlalu dini untuk menjustifikasi Gerindra dan Demokrat bakal koalisi,” ujar Adi kepada JPNN, Rabu (2/8).
Menurut Adi, Prabowo dan SBY memang telah menjalin komunikasi di kediaman Presiden RI ke-6 tersebut di Puri Cikeas, Bogor, beberapa waktu lalu. Namun hal tersebut tetap belum dapat menjadi bacaan politik yang menyimpulkan kedua partai bakal berkoalisi.
Karena itu Adi memprediksi pertemuan SBY dan Prabowo yang rencananya akan digelar kembali dalam waktu dekat, kemungkinan hanya membahas kondisi politik mutakhir.
Antara lain, soal ditetapkannya kembali syarat ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen dan terkait langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
“Keduanya kerap berseberangan. Jadi wajar jika SBY (usai bertemu dengan Prabowo beberapa waktu lalu,red) bilang bahwa hubungan yan dijalin bukan koalisi, tapi kerja sama,” pungkas Adi. (gir/jpnn)