FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan bahwa pemanggilan paksa yang diajukan Pansus Angket KPK terhadap Miryam S Haryani sarat akan unsur politis.
Selain itu, di dalam UU MD3 tidak ada pasal yang mengatur tentang prosedur pemanggilan paksa.
“Itu akan didiskusikan kepada teman-teman, ini kan masalah hukum ya. Masalah hukum polemik hukum teman-teman DPR berpandangan (bahwa) MD3 memang ada pasal meminta bantuan Polri untuk menghadapkan. Disebutkan juga bisa melakukan penyanderaan. Kami sudah diskusi internal beberapa pakar, masalahnya acaranya seperti apa di sana,” kata Tito di PTIK, Jakarta Selatan, Selasa (20/6).
Tito menambahkan, tidak dijelaskan dalam UU MD3 bagaimana penjemputan paksa itu bersifat surat perintah membawa atau surat perintah penangkapan.
Menurut Tito, selama ini pihaknya berpegang pada KUHAP dalam upaya penangkapan paksa dan penyanderaan. Dalam hal ini, penangkapan itu acaranya harus projustisia.
“Ini ada polemik mengenai pendapat hukum. Oleh karena itu Polri berpendapat karena acara MD3 itu tidak jelas bentuknya, apakah surat perintah penangkapan atau apa? Apa surat perintah membawa paksa atau apa?” tutur Tito.
Tito mengaku sudah menunjuk Wakapolri Komjen Syafrudin untuk berkoordinasi dengan Komisi III DPR. Tito juga mengkehendaki hasil koordinasi dibawa untuk diputuskan oleh Mahkamah Agung sebagai instansi yang berwenang dalam menginterpretasikan hukum itu
“Bukan kami tidak mau bantu tapi ini masalah hukum. Kalau seandainya kami salah langkah ini bisa dituntut,” kata dia.
Saat ditanya apakah ada poin dalam KUHAP untuk membawa tersangka ke pansus, Tito mengatakan tidak ada.
“Yang ada surat perintah membawa projusticia langkah proses pidana. Ini bukan proses pidana ini politik legislatif, persoalannya itu,” tegas Tito.
Mengenai ancaraman Pansus Angket KPK yang merekomendasikan penyetopan anggaran di Polri, Tito siap menghadapi. “Kami punya proses-proses politik juga,” jelas dia.
Namun, jelas dia, penyetopan anggaran di tubuh Polri justru akan merugikan negara. Polri, kata dia, tidak bisa melaksanakan tugasnya dalam menjaga keamanan dan ketertiban nasional.
“Mungkin akan mengorbankan operasi kepolisian kemudian keamanan masyarakat. Ini kan bukan Tito pribadi tapi untuk personel mengamankan rakyat,” tandas dia. (Fajar/jpnn)