FAJAR.CO.ID JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Hanura Mukhtar Tompo mendukung langkah tegas pemerintah menagih komitmen PT Freport Indonesia (PTFI).
Dia menegaskan, PTFI harus tunduk dan patuh terhadap perundang-undangan yang berlaku di Indonesia kalau ingin tetap berinvestasi.
“Pemerintah sudah menunjukkan niat baik. Sekarang kita tagih PTFI, mana niat baiknya?” kata Tompo kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/6).
Politikus muda Partai Hanura asal Sulawesi Selatan (Sulsel) ini mengapresiasi langkah Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan yang sudah sangat bijak menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2017 soal pertambangan mineral dan batu bara (Minerba).
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Izin Rekomendasi Ekspor PTFI dengan mengacu kepada Peraturan Menteri ESDM nomor 6 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 1/M-DAG/PER/1/2017 Tahun 2017.
“Hal ini bertujuan untuk lebih memudahkan sikap pemerintah pada enam bulan yang akan datang,” kata mantan anggota DPRD Sulsel ini.
Tompo juga mengatakan, dengan kebaikan yang sudah diberikan pemerintah ini harusnya tidak ada lagi berbagai alasan PTFI untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya.
“Jika Freeport tetap melakukan ini maka sungguh bandel mereka, dan pemerintah harus mempertimbangkan ulang rekomendasi ekspor (konsentrat) itu,” katanya.
Selain itu, menurut Tompo, jika PTFI masih melakukan PHK terhadap karyawannya sementara pemerintah sudah memberikan kelonggaran, sama saja perusahaan tambang raksasa itu melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Jangan asal memangkas tenaga kerja yang kebanyakan warga lokal. Itu sama saja FTPI melakukan kejahatan HAM berat,” katanya.
Dia menegaskan, jika sampai terjadi pelanggaran HAM dengan memangkas tenaga kerja, maka sebaiknya pemerintah mengevaluasi keberadaan PTFI dan kelonggaran yang sudah diberikan.
“Kami ingin nasib karyawan lebih diperhatikan, dan kesejahteraanya ditingkatkan. Ingat, sanksi pelanggar HAM itu sangat berat. Dunia akan mengecam dan mempersoalkan itu,” tegasnya.
Seperti diketahui, saat ini PTFI mengurangi produksinya karena tidak bisa mengekspor bahan tambang yang belum dimurnikan.
Perusahaan raksasa asal Amerika Serikat ini, bisa mengekspor tambang yang belum dimurnikan (konsentrat) jika mau mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Freeport setuju menerima IUPK, sambil bernegosiasi dengan pemerintah sehingga bisa melakukan ekspor konsentrat lagi.
Menteri ESDM Ignasius Jonan beberapa waktu lalu mengatakan, IUPK diberikan pemerintah kepada Freeport untuk enam bulan ke depan sejak April 2017.
“Kasih enam bulan, kita kasih izin ekspor sementara. Yang menjadi sementara itu selalu izin ekspornya. Karena tiap enam bulan kita akan review,” tutur Jonan.
Hasil rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM dan PTFI serta sejumlah perusahaan beberapa waktu lalu menyimpulkan supaya Jonan menghadirkan Vice Chairman Of The Board, President And Chief Executive Officer (CEO) Freeport-McMoRan Inc Richard C Adkerson.
“Kita tagih mana niat baiknya Freeport ini?” tutup anak buah Oesman Sapta Odang (OSO) itu.