Suasana di Wisata Ciblon, Desa Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jumat (17/9/2021). (NANANG RENDI AHMAD/JAWA POS RADAR SEMARANG)
PEKALONGAN, RAKYATJATENG – Wisata Ciblon Karanggondang memang bukan destinasi wisata besar. Tetapi jika mencari sensasi segarnya mandi di irigasi, di sana lah tempatnya.
Bagi kalangan orang tua, bisa menjadi nostalgia masa kanak-kanak.
Wisata Ciblon terletak di Desa Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan. Tak begitu jauh dari pusat pemerintahan, Kajen.
Jika dari Tugu Duren Karanganyar, hanya satu kilometer ke arah selatan. Ikuti saja irigasi di pinggir jalan itu, dijamin tak akan menyasar.
Karanggondang boleh dibilang salah satu desa yang masih asri di Kabupaten Pekalongan. Di pinggir jalan masih berderet pohon-pohon besar.
Dari jalan utama masih bisa memandang sawah, irigasi, dan rumah-rumah yang masih khas pedesaan. Begitu pun jalan menuju Wisata Ciblon.
Jika dari kota, wisata ini terletak di kanan jalan. Dari pintu masuk, pengunjung sudah bisa mendengar derasnya aliran irigasi. Itu lah wahana utama wisata ini.
Pengelola memanfaatkan irigasi desa yang tersambung dari Bendungan Padurekso. Pengelolanya tak lain dan tak bukan ialah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Karanggondang. Mereka menjadikan wisata itu sebagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dibuka sejak 2018.
Pengunjung tidak dimintai tiket masuk. Hanya membayar ongkos parkir kendaraan. Rp 5 ribu untuk motor, dan Rp 10 ribu untuk mobil.
“Kalau mandi memang gratis. Sewa ban pelampung cukup bayar Rp 5 ribu,” kata petugas penjaga pintu masuk, Jumat (17/6/2021).
Siang itu pengunjung tak begitu ramai. Pengelola membatasi pengunjung karena pandemi. Namun riuh dan keseruan masih bisa dirasakan.
Karena sepi, Slamet Eko, 42, pengunjung asal Kota Pekalongan justru bisa lebih bisa menikmati suasana.
“Sebelumnya pernah ke sini pas ramai. Malah jadi susah berenangnya,” ucapnya.
Lebar irigasi Wisata Ciblon kira-kira hanya 3,5 meter. Sementara panjangnya, pengelola membatasi dari ujung pintu irigasi ke arah utara hanya 500 meter. Kanan-kirinya ditanami bunga dan pohon-pohon.
Ada kios-kios makanan dan minuman. Pengunjung bisa menikmati hidangan dengan menggelar tikar di pinggir saluran irigasi.
Slamet Eko datang bersama istri dan kedua anaknya. Ia ikut masuk ke air karena tertarik. Ia tampak menikmati. Sesekali ia naik dan rebahan di atas ban pelampung. Ditarik kedua anaknya.
“Enak suasananya. Masih asri. Airnya juga jernih dan segar. Jadi ingat dulu waktu saya masih kanak-kanak mandi di sungai seperti ini,” ucapnya.
Istrinya lebih memilih duduk di atas tikar di pinggir sungai. Ia tertawa melihat aksi suami dan kedua anaknya.
Menurutnya, Wisata Ciblon lebih asyik daripada di kolam renang.
“Airnya alami tidak memakai kaporit. Bisa lihat pemandangan, juga,” ucapnya.
Wisata Ciblon resmi dibuka sejak 2018. Dikelola oleh Pokdarwis Desa Karanggondang sebagai BUMDes. Sementara irigasi itu, kata Ketua Seksi Pengembang Pokdarwis Karanggondang Rudi Prawiro, sudah ada sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda.
Ide menjadikan sungai irigasi itu sebagai wisata lahir dari kesadaran para pemuda Desa Karanggondang.
Sebelumnya, sudah banyak warga dari jauh sengaja datang ke sungai itu hanya untuk mandi dan bermain air.
“Akhirnya muncul ide, mengapa tidak kami jadikan wisata saja, ya. Begitu,” katanya.
Sementara kata “Ciblon” mereka gunakan sebagai nama karena merupakan istilah untuk menyebut aktivitas mandi di sungai.
“Iya, Ciblon di kami artinya mandi di sungai,” ujarnya.
Pengelola (Pokdarwis) hanya mengambil 40 persen dari total pendapatan. Sisanya mereka serahkan untuk kas desa. Sejauh ini, Wisata Ciblon pernah meraup Rp 4 juta dalam sehari. (nra/zal/JPC)