SATU KAWASAN: Bruno Silva, penyerang PSIS. Foto kiri, pemain Persela Rizky Putro Utomo. PSIS dan Persela akan berduel sore ini di Stadion Wibaha mUkti, Cikarang. (ANJAR DWI PRADIPTA/JAWA POS RADAR LAMPONGAN-BASKORO/JAWA POS RADAR SEMARANG)
SEMARANG, RAKYATJATENG – Dalam bentang wilayah antara Semarang ke Gresik, pernah lahir dua juara Liga Indonesia. Dari kawasan pesisir pantai utara (pantura) Jawa Tengah-Jawa Timur yang sama pula, pernah pada satu masa lima tim menghuni strata teratas.
Itu belum menghitung sederet bintang yang pernah dibesarkan tim-tim dari tlatah berjarak sekitar 296 kilometer tersebut. Mulai dari kiper sampai striker.
Tapi, kini kejayaan tersebut bisa dibilang tinggal tersisa pada dua nama. Yakni, PSIS Semarang dan Persela Lamongan.
Dua tim itu sore ini akan saling berhadapan di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Kabupaten Bekasi, dalam lanjutan BRI Liga 1.
Tinggal dua tim itu jagoan pantura yang masih bertahan di strata teratas kompetisi.
Banyak faktor yang membuat dua klub tersebut bisa terus bertahan. Fanatisme suporter salah satunya.
Faktor lainnya, dukungan pemerintah daerah.
Keberhasilan Persela promosi ke strata tertinggi pada Liga Indonesia edisi kesepuluh dan terus bertahan sampai sekarang tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah daerah. Hingga saat ini pun, sebagai klub profesional, pembina Persela adalah figur Bupati Lamongan Yuhronur Efendi.
PSIS, kampiun Liga Indonesia V, di bawah komando Yoyok Sukawi, seorang anggota DPR. Yoyok juga salah satu petinggi partai penguasa di Semarang, ibu kota Jawa Tengah.
Kalau kategori pantura bisa sedikit dilonggarkan, Persibo Bojonegoro bisa dibilang termasuk di tlatah yang sama. Dan, seperti banyak tim tetangga mereka lainnya, Laskar Angling Darma juga pernah harum namanya. Juara Piala Indonesia, lalu berlaga di pentas Asia.
Tapi, sekarang mereka harus mulai merangkak dari Liga 3. ’’Dari Liga 3 ke Liga 1 prosesnya panjang. Step-by-step kami akan jalani,’’ kata CEO Persibo Bojonegoro Abdullah Umar.
Ketua Divisi Seni di Suporter Macan Muria (Persiku Kudus) Guntur Bayu Pratomo mengakui pentingnya dukungan pemerintah daerah meski klub-klub Liga 1 dan Liga 2 di atas kertas adalah profesional. Sayang, selama ini Persiku adalah klub yang justru selalu jadi tunggangan politik.
Selalu diberi harapan akan maju tiap kali rezim baru memerintah. ’’Tapi, faktanya, ya kami jadi korban politik dari tahun ke tahun. Sadar atau tidak, campur tangan pemerintah memang penting,’’ tuturnya.
Selain PSIS, perwakilan pantura yang pernah juara adalah Petrokimia Putra, Gresik. Sayang, klub yang didanai pabrik pupuk pelat merah itu kini telah tiada.
PSIS dan Persela menunjukkan gereget profesionalisme mereka pada musim ini. Sama-sama sedang membangun tempat latihan dan membina akademi sendiri.
Tapi, untuk bersaing merebut gelar, pelatih karteker PSIS Imran Nahumarury mengatakan tentu butuh perjuangan ekstra. Apalagi, PSIS hanya mempersiapkan diri selama tiga pekan sebelum bertanding melawan Persela.
’’Tapi, kalau di kompetisi, bukan yang persiapan lama yang menang. Melainkan yang berhasil konsisten sepanjang musim,’’ paparnya.
Ibarat maraton, Imran berharap PSIS bisa bernapas panjang sampai akhir kompetisi. Konsisten. ’’Yang bisa bertahan dan juara adalah mereka yang kuat sampai akhir,’’ tuturnya.
Soal konsistensi, meski belum pernah juara, Persela patut diapresiasi. Dengan bujet yang terbilang semenjana, Persela sukses bertahan di strata teratas sejak kali pertama promosi kendati lebih kerap berkutat di papan tengah. Kondisi keuangan mereka juga terbilang stabil.
Pelatih Persela Iwan Setiawan mengatakan, musim ini hal tersebut tidak akan berubah. Persela tetap akan jadi tim underdog.
“Kami sadar bukan siapa-siapa dibandingkan klub lain. Tapi, insya Allah ingin menjadi yang terbaik,” katanya. (rid/c17/ttg/JPC)