Album Mata Dewa memiliki banyak kisah spesial buat musisi Virgiawan Listanto atau Iwan Fals. Baik secara penggarapan maupun kisah-kisah di baliknya. Bulan ini Mata Dewa dirilis dalam bentuk vinyl.
—
BERTEPATAN dengan Hari Musik Nasional pada 9 Maret lalu, Iwan merilis versi vinyl alias piringan hitam dari album Mata Dewa bersama label rekaman Musica Studio’s. Mata Dewa merupakan album yang dirilis Iwan pada 1989.
Bagi dia, Mata Dewa lebih dari sekadar album reguler yang dirilisnya untuk menunaikan tugas sebagai musisi. ”Itu album yang bikin saya semakin yakin memilih industri musik sebagai jalan hidup,” kenang musisi 59 tahun itu.
Saat merilis album Mata Dewa, Iwan mengaku menjadi semakin mantap dalam memilih musik sebagai jalan hidupnya. Di album itulah, potensi dan ciri khasnya lebih digali. Dia ikut dalam pembuatan lirik lagu-lagu dan proses kreatif pembuatan album.
Kemampuan vokal Iwan juga semakin dieksplor di album Mata Dewa. Sebelum merilis Mata Dewa, suara pelantun Surat buat Wakil Rakyat itu cenderung tinggi dan ringan. ”Suara dada saya belum keluar pas itu. Nah, pas bawain lagu-lagu di album Mata Dewa, suara saya lebih berat,” jelas Iwan.
Dari segi musik, Mata Dewa juga menunjukkan improvisasi dan eksplorasi. Jika di album-album sebelumnya Iwan mengeksplor genre pop dan rock, kali ini dia lebih mendalami rock dan balada. Hal tersebut tak terlepas dari tangan dingin Setiawan Djody, musisi yang menjadi kolaboratornya di Mata Dewa.
Lagu Mata Dewa – yang menjadi lagu utama – merupakan contoh yang bagus untuk menunjukkan betapa album Mata Dewa sangat memorable bagi Iwan. Djody –yang menciptakan lagu bersama Iwan– memasukkan unsur musik khas alam Bali yang menjadi latar cerita lirik lagu.
Mata Dewa merupakan lagu cinta yang berlatar Pantai Kuta. Djody menjelaskan bahwa pemandangan matahari terbenam di pantai itu terlihat seperti mata dewa. ”Kalau buat saya, saya kan suka ke Anyer. Di sana sering lihat pemandangan matahari terbenam juga,” tambah Iwan.
Selain Djody, Iwan menggandeng gitaris band God Bless, Ian Antono, dalam proses aransemen. Berkat tangan dingin Ian, lagu-lagu di album Mata Dewa dibuat agar sesuai untuk pertunjukan di panggung alias live. Penyesuaian gaya musik tersebut membuat album Mata Dewa menjadi salah satu album terlaris saat itu setelah dirilis Airo Records.
Di sisi lain, Mata Dewa mengandung kenangan pahit. Saat itu sebuah tur konser 102 kota yang direncanakan untuk promosi album terpaksa harus dibatalkan. Sebab, tim produksi terkendala izin dari pihak berwenang. ”Tapi, nggak apa. Justru dari situ saya lebih terpacu untuk berkarier sebagai musisi,” kata Iwan.
Sebelum Mata Dewa, sebenarnya ada album Iwan yang dirilis ulang dalam bentuk vinyl. Yakni, album 1910 yang dulu dirilis pada 1988. ”Vinyl mungkin tidak sehebat bentuk album fisik lainnya, tapi vinyl punya daya tahan yang cukup lama,” ujar produser rekaman petinggi Musica Studio’s Indrawati ”Acin” Widjaja.
Acin optimistis vinyl masih terus diminati. Pihaknya sudah melakukan pengamatan tren di pasar yang menunjukkan bahwa fans Iwan –Orang Indonesia (OI)– dan generasi terkini cukup tertarik dengan album vinyl. Apalagi, alat pemutar vinyl kembali dijual. Bahkan, ada rencana bahwa selanjutnya ada album Iwan yang dirilis ulang dalam bentuk vinyl. (JPC)